Tagihan Pajak PBB Naik Drastis, BKUD Kabupaten Semarang: Kesalahan Kodefikasi

TUNJUKKAN SPPT: Eko Pudjianto, warga Desa Tuntang menunjukkan SPPT tagihan PBB yang tidak siginifikan dengan lokasi dan kondisi tanah dan bangunan. FOTO:MUIZ/JATENGPOS

JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN– Sejumlah warga Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang mengeluhkan tagihan Pajak Bumi Bangunan (PBB) berdasarkan harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang mendadak naik drastis. Kenaikan harga yang tertera di tagihan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tahun ini tidak sebanding dengan kondisi lokasi tanah.

Eko Pudjianto, salah satu warga Desa Tuntang menyebutkan ada sebanyak 189 warga Desa Tuntang mengajukan keberatan penentuan NJOP hingga naik 100 persen lebih. Ia mencontohkan NJOP tanah miliknya di Dusun Dalemen Tuntang naik menjadi Rp 900 ribu. Padahal tanah kebon tidak ada akses jalan.

“Kenaikan NJOP yang tertera di SPPT sangat tidak releven. Seperti tanah kebon tidak ada akses jalannya dihargai Rp 900 ribu, dijual setengahnya saja tidak akan laku. Besaran kenaikan NJOP berpengaruh pada kenaikkan PBB yang harus kami bayarkan. Biasanya tidak lebih dari Rp 50 ribu jadi ratusan ribu,” ujarnya kepada Jateng Pos, kemarin.

Eko membandingkan tanahnya di pinggir Jalan Raya Semarang-Solo di Tuntang nilai NJOP sekitar Rp 900 ribu, anehnya tanah kebun miliknya di Dusun Daleman berada di pelosok nilainya sama Rp 900 ribu.

“Menghitung penentuan NJOP pakai cara apa ini, aneh sekali tiba-tiba di SPPT naik 100 persen bahkan ada yang 1000 persen. Kami warga Desa Tuntang menuntut kejelasan dan revisi agar pajak yang kami bayarkan sesuai penghitungan dan kententuan,” jelasnya.

Ketua Komisi Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP) Jawa Tengah-DIY, Suyana HP menyampaikan pihaknya sudah mendapat laporan dari warga Tuntang yang keberatan tersebut, mempertanyakan mekanisme penentuan penghitungan PBB yang dinilai tidak wajar.

“Kami mempertanyakan dasar penentuannya seperti apa. Informasinya ada yang menyebut penghitungannya dari pihak ketiga, pihak ketiga itu siapa? Kalau kemudian ada kesalahan penghitungan masalah ini jadi meresahkan masyarakat,” ujarnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo menjelaskan, berdasarkan aturan pemerintah pusat sejak tahun 2012 lalu NJOP di setiap daerah ditinjau setiap tiga tahun sekali. Pemkab Semarang memberlakukan tahun lalu secara serentak se-Kabupaten Semarang.

“Sesuai kesepakatan DPRD kenaikkan diberlakukan tiap 5 kelas (klasifikasi, red) secara bertahap setiap tahun. Kita melakukan serentak se-Kabupaten melibatkan pemimpin wilayah (Kecamatan, Desa/Kelurahan, perangkat, hingga kepala dusun, red). Kemudian desa yang memasukan kodefikasi ke BKUD untuk penyesuaian harga,” ujar Rudibdo kepada Jateng Pos, kemarin.

Disebutkan, harga NJOP naik tidak sesuai kondisi wilayah, diakui memang ada beberapa desa yang tidak pas atau kurang tepat saat memasukan kodefikasi wilayah. Seperti di Desa Tuntang baru memasukan rekap kodefikasi di bulan Desember lalu, desa lainnya sudah menginput sebelum bulan Desember.

Kesalahan kondefikasi tidak bisa segera direvisi karena keterbatasan waktu, sedangkan penerbitan SPPT berdasarkan SK Bupati dilakukan secara serentak se-Kabupaten Semarang. Dicontohkan seperti di Kecamatan Sumowono karena mengurus kodefikasi sebelum jatuh tempo, ketika ditemukan kesalahan kodefikasi langsung dikoreksi.

“Kodefikasi tidak tepat menyebabkan nilai NJOP juga naik tidak tepat. Memasukan kodefikasi perkampungan ke perumahan, jelas nilainya juga berbeda. Seperti desa Tuntang kodefikasi dikirim tidak tepat. Kondisi di lapangan baik yang dikonversi dengan zona nilai tanah maupun harga di pasaran jika kurang tepat mohon segera berkoordinasi dengan kami,” jelasnya.

Rudibdo menyebutkan, pihaknya tengah meninjau ulang NJOP bidang tertentu yang kurang tepat kodefikasinya, dengan mengajukan revisi ke Bupati. Tentu tidak bisa selesai secara langsung juga menunggu kelengkapan peninjauan ulang.

“Khusus Tuntang kalau memasukan kodefikasi sebelum bulan Desember ketika ada kesalahan atau keliruan bisa langsung diolah sebelum proses SK Bupati di akhir tahun. Kasus seperti ini tentu kami tidak tutup mata, setiap ada permasalahan di lapangan pasti kami selesaikan. Sebenarnya tinggal menunggu proses revisi saja, aturannya terlebih dahulu mengajukan ke Bupati,” tandasnya.

Adanya isu penghitungan nilai NJOP melibatkan pihak ketiga, dijelaskan Rudibdo, isu tersebut tidak benar. Tidak ada petugas magang atau lembaga lain di luar Pemkab Semarang yang dilibatkan dalam penghitungan nilai pajak PBB.

“Kita ada tim resmi dari BKUD juga outsorsing yang resmi kita perbantukan sesuai ketentuan dan persyaratan. Selebihnya melibatkan pimpinan di wilayah kecamatan, desa/kelurahan hingga kepada dusun,” pungkasnya. (muz)