Tak Ikut Mogok, Perajin Tempe Semarang Tetap Produksi

- PRODUKSI TEMPE- Salah satu perajin tempe di Pandean Lamper Semarang, Agus (60), tengah melayani pembeli tempe dii tempat produksinya, Senin (21/2/2022). FOTO : IST/ANING KARINDRA/JATENG POS

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Seruan mogok produksi tempe dan tahu sebagai imbas kenaikan harga kedelai impor tak diindahkan para produsen di Kota Semarang. Padahal seruan tersebut sudah digaungkan melalui media sosial dan pesan berantai ke seluruh jaringan pengusaha di Jawa, sebagai bentuk protes.

Agus (60), salah satu pengusaha tempe di wilayah Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (21/2/2022) mengakui, beberapa hari terakhir harga kedelai naik hingga Rp10.900 per kilogram. Kenaikan harga terjadi sejak merebaknya pandemi Covid-19, dari yang semula Rp8.000 per kilogram.

“Ini prediksinya harga kedelai masih naik terus hingga bisa tembus Rp12.500 per kilogram,” katanya.

Menurut Agus, kondisi ini memang memberatkan para produsen tempe. Namun mereka tak bisa berbuat banyak, terus berproduksi demi menghidupi keluarganya.

iklan
Baca juga:  Antisipasi Banjir, Mbak Ita Bersama Warga Bersih-bersih Banjir Kanal Barat

“Mau bagaimana lagi. Kalau kami ikutan mogok produksi, maka justru akan mengganggu perekonomian kami. Kedelai sudah kami stok tiga hari lalu, maka kalau kami tidak memproduksinya hari ini, justru akan rugi. Sebab, membuat tempe itu hari ini untuk 3 hari ke depan,” kata Agus (60), ditemui di rumah produksinya, saat menerima pengecekan Tim Ketahanan Pangan Koramil 04 Gayamsari, Kodim 0733 Kota Semarang, yang dipimpin Danramil Mayor Inf Rahmatullah AR SE MM, Senin (21/2/2022).

Agus menambahkan, selama konsumen menyadari kondisi lapangan harga kedelai, maka pihaknya akan tetap melayani dengan memproduksinya. Adapun untuk menyiasati kerugian, Agus pun melakukan penyesuaian dari segi ukuran tempe.

“Memang ada penyesuaian, misalnya tempe agak kecil tapi harga jualnya sama. Biasanya harga Rp4.000 kedelainya 4,5 ons per plastik, sekarang karena mahal jadi diisi kedelai 4 ons. Alhamdulillah tidak yang protes. Kuncinya masih bisa dijangkau masyarakat,” imbuh Agus.

Baca juga:  Karyawan Gelapkan Uang Penjualan Rp 1,2 Miliar

Hal sama juga dilakukan Rujiman, produsen di kawasan Miroto Semarang Tengah. Dia tetap memproduksi karena tuntutan konsumen.

“Berapa pun harga kedelai, asalkan ada barangnya tetap diproduksi. Alasannya tempe dan tahu sudah menjadi kebutuhan pangan masyarakat. Apalagi saat situasi ekonomi seperti sekarang, dimana tempe dan tahu jadi makanan yang favorit,” ungkap Rajiman.

Sementara, begitu mendengar adanya rencana mogok produsen tempe dan tahu, Danramil 04 Gayamsari langsung turun ke lapangan menjalankan perintah Komandan Kodim 0733 Kota Semarang, Letkol Inf Honi Havana MMDS

“Kami diperintahkan mengecek kondisi lapangan, mengingat ini juga berkaitan dengan ketahanan pangan. Tempe merupakan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat. Karena nilai ekonominya yang murah, tempe menjadi bahan makanan yang di butuhkan masyarakat, dari kelas menengah bahkan bawah. Oleh karena itu kami mengecek supaya tidak ada dampak maupun gejolak,” ujar Rahmatullah.

Baca juga:  Mbak Ita Ingin Efisiensikan Banyaknya Aplikasi di Lingkungan Pemkot

Dengan didampingi Babinsa, ternyata beberapa produsen yang ada di wilayah Kelurahan Pandean Lamper dan Siwalan tak ada yang ikut mogok. Dandim melalui Danramil mengapresiasi para produsen Tahu dan Tempe di Kota Semarang yang tetap setia melayani kebutuhan bahan pangan masyarakat.

“Dandim menaruh rasa salut, bangga dan hormat atas jiwa-jiwa Pancasila mereka. Dalam kondisi demikian masih peduli dan memikirkan masyarakat. Meski kondisi sulit tapi mereka tetap berjuang dan berkuang tanpa memikirkan kesulitan diri sendiri,” tandas Danramil.(aln)

iklan