JATENGPOS.CO.ID, Jakarta – Juru Bicara PA 212 Haikal Hassan mengkritik pemerintah terkait pengenaan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika mengikuti Reuni Mujahid 212. Haikal menilai pemerintah mengada-ada terkait rencana pemberian sanksi tersebut.
Ia mengatakan pengenaan sanksi itu justru menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Rencananya, reuni tersebut bakal diselenggarakan di Monas, Jakarta, Senin (2/12) esok.
“Begini, maka saya merasa pemerintah kita ini selalu ngada-ngada. Malah pemerintah mengatakan statement–statement yang justru bikin gaduh masyarakat yang udah kondusif seperti ini,” kata Haikal kepada CNNIndonesia.com, Minggu (1/12).
Haikal menyatakan selama ini PA 212 dan semua pihak yang terlibat dalam merencanakan Reuni Akbar 212 tak pernah membuat gaduh masyarakat. Ia menilai semua kegaduhan itu justru datangnya dari pemerintah sendiri.
Melihat hal itu, Haikal menilai Indonesia saat ini bukanlah berstatus sebagai negara hukum, namun merupakan negara kekuasaan. Menurutnya, para elite bisa seenaknya mengatur hukum jika sudah memiliki kekuasaan berupa jabatan publik tanpa mengabaikan prinsip hak asasi manusia.
“Catat, siapa yg berkuasa di negeri ini, dia berhak mengatur sesuka hatinya, tak ada lagi hukum yang dapat memayungi ini semua,” kata dia.
Haikal lantas enggan ambil pusing terhadap pelbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial seperti pemberian sanksi bagi ASN yang ikut reuni 212. Ia menyatakan pemerintah bebas melakukan apapun dengan kekuasaan yang dimilikinya saat ini
“Wahai pemerintah RI, silahkan lakukan apa yg mau anda lakukan,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Deputi SDM Aparatur KemenpanRB Mudzakir mengatakan, sanksi bakal diterima bila ASN ikut Reuni Akbar 212 usai dikaji oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Mudzakir menuturkan, sanksi yang diterima oleh ASN yang tidak masuk kerja beragam sesuai dengan ketentuan dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin PNS.
Dalam PP itu disebutkan bahwa hukuman disiplin PNS bervariasi, mulai dari teguran lisan, penundaan kenaikan gaji, penurunan pangkat, hingga pemberhentian tidak hormat. (fid/cnn)