JATENGPOS.CO.ID, BOYOLALI – Sekitar dua per tiga wilayah Kecamatan Wonosamodro, Kabupaten Boyolali mengalami kekeringan di setiap musim kemarau. Dari sepuluh desa, tujuh desa di antaranya selalu mengalami masalah klasik itu setiap tahunnya.
Tahun ini, meskipun disebut kemarau basah. Namun warga di Boyolali Utara itu juga mengalami krisis air bersih. Sungai dan sumber-sumber air sebagian mulai mengering. Warga pun kini mulai membeli air bersih dari pengusaha air.
“Harganya sekitar Rp 450 ribu/tangki kapasitas 5.000 liter. Air diambil dari wilayah Kecamatan Karanggede,” kata Camat Wonosamodro, Joko Suseno, Kamis (14/10/2021).
Dijelaskan Joko Suseno, wilayah Kecamatan Wonosamodro memang banyak yang masuk daerah rawan kekeringan. Dari 10 desa, ada tujuh desa yang mengalami krisis air bersih disaat musim kemarau setiap tahunnya.
Tujuh desa itu yakni Desa Bercak, Bengle, Garangan, Gunungsari, Kalinanas, Repaking dan Jatilawang. Sedangkan tiga desa lebih aman yaitu, Kedungpilang, Ngablak dan Desa Gilirejo.
“Untuk Desa Jatilawang, sebagian wilayahnya masih bisa mengandalkan sumber air atau sumur,” imbuh dia.
Menurut Joko, kekurangan air bersih memang menjadi persoalan lama yang terjadi setiap musim kemarau di wilayah tersebut. Pasalnya, kawasan Kecamatan Wonosamodro minim sumber air.
Untuk mengatasinya, saat kemarau warga sering membuat sumur di dasar sungai yang mengering. Akhir-akhir ini, sebagian warga juga memberi dari truk tangki air keliling.
“Bantuan air dari BPBD Boyolali juga sudah masuk kesana. Ya lumayan bisa membantu mengurangi beban warga dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Sedikit bisa menghemat biaya pembelian air bersih,” ujarnya.
Diakui dia, sumber air di Kecamatan Wonosamodro memang sangat minim sekali. Pembuatan sumur dalam juga sulit menemukan sumber air bawah tanah. Akhirnya, ketika musim kemarau tiba warga terpaksa memanfaatkan air yang kurang layak. Khususnya untuk mandi dan cuci.
Dicontohkan, pihaknya membuat sumur dalam untuk memenuhi kebutuhan air di lingkup Kantor Kecamatan Wonosamodro. Setelah dilakukan pengeboran, memang dapat air, tetapi airnya berasa asin.
“Kami lakukan penyaringan, tetapi hasilnya juga tidak maksimal. Ya tetap kami manfaatkan, karena adanya cuma itu. Taoi hanya untuk cuci dan mandi, kalau untuk konsumsi tidak pakai air itu, tetapi beli,” tandasnya. (aji)