spot_img
27.7 C
Semarang
Jumat, 27 Juni 2025
spot_img

Mbah Kamto, Pengrajin “Caping Kalo” Ciri Khas Kota Kretek 

JATENGPOS. CO. ID, KUDUS-Caping Kalo merupakan penutup kepala khas masyarakat Kudus, yang digunakan saat pergi ke pasar maupun kondangan di era 1970-an silam. Namun saat ‘lahir’ payung, caping tersebut tak lagi digunakan. Sehingga saat sekarang tidak banyak yang tersisa pengrajin salah satu ikon Kota Kretek ini.

Beruntung, Mbah Kamto dan Mbah Rudipah warga Desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kudus ini masih mau mewarisi kerajinan tangan khas Kota Kretek tersebut. Padahal pembuatan penutup kepala berbahan bambu itu cukup rumit. Sehingga dalam waktu satu pekan, jika dipaksakan hanya mampu membuat dua Caping Kalo.

Berkat kemauannya melestarikan Caping Kalo itupun membuahkan hasil, atas bantuan dari para pihak yang peduli dengan warisan budaya itu. Pada saat sekarang Caping Kalo menjadi salah satu ikon busana tradisional Kudus.

‘’Awal pembuatan caping kalo ini sebenarnya di era sebelum kemerdekaan, dan saya sendiri belum lahir,’’ kata mbah Kamto, saat ditemui di Pendapa Kabupaten Kudus, belum lama ini.

Dia bercerita, masa kecilnya diwajibkan oleh orang tuanya untuk belajar membuat caping kalo. Kalau tidak mau belajar, tentunya akan mendapat hukuman dari bapaknya yaitu tidak mendapat jatah makan. Sehingga dengan terpaksa merelakan waktu bermainnya untuk belajar menganyam.

‘’Saat belajar itu, bapak berpesan agar warisan usaha ini diteruskan untuk keberlangsungan hidup dan saya jalankan amanat itu sampai saat sekarang,’’ tuturnya.

Soal pemasaran, mbah Kamto sendiri mengaku belum dapat bercerita banyak saat sekarang. Sebab Caping Kalo tidak selaris dimasa kakek buyutnya, yakni masa sebelum Tanah Air ini merdeka dan era bapaknya. Mengingat pembuatannya lama dan tidak ada orang lain yang mau membantunya.

Dia sendiri mengaku menganyam Caping Kalo ketika ada pesanan, dibantu mbah Rudipah yang menyisir bambu hingga menjadi seperti benang. Pesanan itu datang menjelang hari-hari besar, seperti Hari Kartini, perayaan Hari Kemerdekaan dan pesanan dari salon rias.

‘’Jadi memang tidak bisa dijadikan pegangan. Satu bulan paling laku satu,’’ katanya.

Soal harga, mbah Kamto mematok Rp 450 ribu untuk satu Caping Kalo. Menurutnya, harga itu sebanding dengan kerumitan membuat Caping Kalo. Mulai dari menyisir bambu hingga sangat tipis sampai proses menganyamnya.

‘’Tapi pernah laku hingga Rp 2 juta. Mungkin karena suka atau bagaimana dulu itu,’’ pungkasnya. (han/rit)

spot_img

TERKINI