JATENGPOS. CO. ID, SUKOHARJO – Masuki bulan Agustus ini kontestasi pilkada kabupaten Sukoharjo kian panas. Mendekati jadwal pendaftaran, kembali Paslon Etik Suryani (petahana bupati dari PDIP) dengan Eko Sapto Purnomo (Partai Gerindra), mendapat rekomendasi dari Partai Nasdem. Ini menyusul rekomendasi dari Partai Gerindra.
Menguatnya dukungan tujuh parpol yang bergabung mendukung Etik – Sapto membuat masyarakat menduga pilkada berpotensi diikuti satu pasangan calon (paslon) tunggal.
Pengamat politik yang juga aktivis KAHMI Sukoharjo, Muladi Wibowo mengatakan, keputusan bergabungnya tujuh parpol dalam gerbong petahana di Pilkada adalah hak masing-masing Parpol, dan tidak ada aturan yang dilanggar.
“Langkah bergabung itu sah karena mereka memastikan paslon yang didukung akan menang, kira-kira gambarannya seperti itu. Saya melihat, langkah itu merupakan siasat demokrasi dalam melihat potensi paslon yang didukung memiliki peluang menang lebih tinggi,” kata Muladi, Selasa (6/8/2024).
Hanya saja, mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sukoharjo periode 2018-2023 itu menilai, ketika nanti Pilkada Sukoharjo hanya diikuti oleh satu paslon tunggal melawan kotak kosong, maka masyarakat pemilih yang akan dirugikan.
“Misal, kalau nanti calon perseorangan (Tuntas Subagyo-Djayendra Dewa) yang saat ini tengah menjalani verifikasi faktual (verfak) KPU tidak lolos, maka publik (masyarakat) dirugikan karena tidak bisa menyaksikan proses dialektika pertarungan visi-misi antar paslon,” paparnya.
Menurutnya, kontestasi Pilkada akan benar bila ada minimal dua paslon, maka akan ada ajang adu gagasan, perdebatan, perang visi-misi, sehingga masyarakat dapat melihat serta mendapat kesempatan untuk memilih calon pemimpin yang terbaik.
Namun begitu, ia tidak menampik paslon tunggal ketika melawan kotak kosong juga dapat menyampaikan gagasan, visi-misi, serta berbagai hal terkait program kerja. Hanya saja, hal itu menjadi monoton karena tidak terjadi dialektika dan tidak ada debat antar paslon.
“Jika terjadi seperti itu, tentu yang akan mendebat adalah masyarakat. Mereka akan mengkritisi program maupun visi-misi dari paslon tunggal yang diusung oleh tujuh parpol ini,” sambungnya.
Dalam pandangan Muladi, jika nanti paslon tunggal yang didukung oleh tujuh parpol penguasa 45 kursi legislatif tersebut menang, maka problem berikutnya adalah tidak adanya penyeimbang atau oposisi di pemerintahan.
Diketahui, saat ini PDIP Sukoharjo sebagai partai yang memiliki jumlah anggota legislatif terpilih paling banyak pada Pileg 2024, yakni 21 kursi, masih menunggu turunnya rekomendasi dari DPP PDIP.
“Paslon tunggal pun juga belum tentu karena rekomendasi PDIP juga menjadi kunci. Ada tiga calon yang mendaftar di PDIP sebagai bupati, yaitu Etik Suryani, Agus Santosa dan Danur Sri Wardhana. Karena bukan tidak mungkin PDIP akan memberi rekomendasi untuk calon internal. Bisa jadi diantara ketiganya itu tanpa melibatkan partai lain. Artinya bila PDIP berdiri sendiri maka koalisi 6 parpol lain punya peluang berubah. Mereka bisa mencalonkan Paslon sendiri,” Tegas Muladi.
Dengan modal 21 kursi PDIP punya jalur khusus untuk mencalonkan sendiri kadernya, selain itu dipastikan akan ada berbagai pertimbangan, seperti kader penerus. Etik Suryani akan menjabat dua periode, bila rekomendasi Etik Sapto, periode berikutnya akan diisi kader lain. Tidak menutup kemungkinan Sapto naik dan PDIP tidak punya kader lagi.
“Melihat arah politik, petanya harus linier koalisi pusat menjadi koalisi daerah, pastinya pilkada Sukoharjo juga akan dipengaruhi Pilgub Jateng, tunggu saja,” pungkas Muladi.(Dea/jan)