Rokok Legendaris Praoe Lajar Semarang Bertahan dengan Filosofi Layar Berkembang

SEJAK ZAMAN BELANDA: Pabrik Rokok Praoe Lajar di jalan Merak kawasan Kota Lama Semarang sejak zaman Belanda eksis memproduksi rokok tradisional. Saat ini mempekerjakan sebanyak 300 orang. FOTO: MUIZ/JATENGPOS

** Menebar Kebaikan, Mendukung Bayar Cukai untuk Rakyat

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG– Jika berkunjung ke Kota Lama Semarang ada salah satu bangunan tua dengan tulisan menyolok berwarna merah “Pabrik Rokok Praoe Lajar”. Bangunan bergaya kolonial terletak di Jalan Merak, Semarang Utara ini sudah tercatat sebagai cagar budaya dengan SK : 640/395 tanggal 2018-04-2009 Kemendikbud.

Sekilas memang tidak begitu istimewa, namun setelah lebih tahu masuk ke dalam bangunan ini, ternyata bukanlah sekedar bernilai sejarah, bangunan pabrik rokok (PR) Praoe Lajar merupakan sebuah aset besar. Tidak hanya bagi pemilik, tapi juga bagi warga sekitar dan negara.

Di dalam bangunan itu setiap hari bergelut ratusan orang mengerjakan proses pembuatan rokok. Pemilik masih eksis menggunakan sebagai tempat memproduksi rokok dengan merek yang sama yakni Praoe Lajar.

iklan

Saat Jateng Pos kunjungan masuk ke dalam bangunan, Rabu (9/10/2024) siang, terlihat ratusan orang dengan tangan terampil dan cekatan sibuk bekerja melinting rokok. Kebanyakan mereka ibu-ibu dengan spesifikasi masing-masing, ada yang melinting racikan tembakau, mengelem, mengunting hingga mengemas dalam bungkus rokok.

Manager PR Praoe Lajar, Aditya Wibowo Setia Budi (24) mengatakan, pabriknya mempekerjakan sekitar 300 orang yang sebagian besar ibu-ibu. Kebanyakan merupakan orang yang tinggal di sekitar lingkungan pabrik. Paling jauh ada yang tinggal di Tambaklorok tapi masih di lingkungan Kecamatan Semarang Utara.

“Pekerja kebanyakan ibu-ibu karena yang paling cocok mengerjakaan proses membatil (melinting, red) rokok ibu-ibu. Butuh tenaga orang yang sabar, telaten, tapi cepat dan hasilnya rapi. Kebanyakan mereka tinggal di sekitar pabrik,” ujarnya kepada wartawan peserta Media Gathering Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan DIY, Rabu (9/10/2024).

CEKATAN: Ibu-ibu pekerja rokok Praoe Lajar tengah bekerja melinting racikan tembakau menjadi batang rokok sebelum dikemas. FOTO:MUIZ/JATENGPOS

Meski demikian ada beberapa pekerja laki-laki, mereka khusus mengerjakan yang berat memproses tembakau sebelum dijadikan bahan isian rokok. Pada spesifikasi pekerjaan ini butuh tenaga kasar, mulai perajangan tembakau hingga pengadukan yang beratnya mencapai ratusan kilogram.

Baca juga:  Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut

“Khusus pekerja laki-laki bagian pengadukan tembakau dan bahan-bahan campuran rokok. Semua kita kerjakan secara manual, di sini tidak ada mesin, murni menggunakan tenaga manusia. Begitu juga bahan racikan menggunakan rempah-rempah tradisional dan tembakau asli, sama sekali tidak pakai bahan kimia seperti saos,” jelasnya.

Menurutnya, proses pembuatan rokok demikian ini yang menjadikan pabriknya eksis mempekerjakan ratusan orang. Begitu juga eksis memproduksi rokok jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) tanpa menggunakan mesin. Ini yang menjadikan Praoe Lajar mampu terus berproduksi dan bermanfaat bagi orang-orang sekitar.

“Kita bersyukur masih mampu menampung pekerja yang jumlahnya lumayan banyak. Saat ini setiap hari rata-rata produksi sebanyak 500 batang rokok. Para pekerja di sini sama-sama legendaris dengan bangunan ini. Pabrik rokok sudah ada sejak jaman kolonial Belanda, begitu juga pekerja juga warisan dari pekerja dulu. Mereka sudah turun-temurun sejak mbah buyutnya, kakek-neneknya, orangtuanya, sampai anak cucunya sambung-menyambung dititipkan bekerja di sini,” tuturnya sambil tertawa senang.

Diceritakan Aditya, bangunan pabrik sudah ada sejak tahun 1900-an. Keluarga kakeknya Thio Ik Kee membeli bangunan ini pada tahun 1945. Awalnya, sebuah bangunan mangkrak setelah dipakai oleh perusahaan listrik swasta Maintz and Co.

“Kita mulai operasional di pabrik ini sejak tahun 1946, setelah keluarga engkong memperbaiki tanpa mengubah arsitektur asli. Rokok Praoe Lajar sendiri sudah produksi sejak tahun 1945 di kampung Kledung, Mataram atau sekarang Jalan Majapahit Semarang. Kemudian pindah di Jalan Siliwangi. Setahun kemudian pindah di pabrik ini, dan kita terus eksis memproduksi rokok di sini sampai sekarang,” tuturnya.

Terhitung sejak awal produksi umur perusahaan Praoe Lajar sudah 79 tahun, menurut Aditya, kunci keberhasilan mempertahankan tetap eksis diawali dari niat baik pendiri dengan mengajarkan slogan “Tetap Berjalan ketika Layar Terkembang”.

Baca juga:  PENGUMUMAN "DAFTAR CALON TETAP ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG PEMILU 2019 " DAERAH PEMILIHAN : KOTA SEMARANG 1
SARAT MAKNA: Kemasan rokok Praoe Lajar bergambar perahu dengan layar terkembang yang memiliki filosofi. FOTO:MUIZ/JATENGPOS

“Slogan itu sama seperti gambar merek Praoe Lajar yakni perahu dengan layar terkembang. Filosofinya, ketika sudah ada perahu dan layar yang berkembang, kita tinggal mendayung dan mengarahkan agar perahu akan terus berjalan. Prinsip ini yang kita pegang, meski sekarang sudah banyak varian rokok baru, kita konsisten menjalankan bisnis SKT tradisional mewarisi yang diajarkan kakek buyut,” ujar Aditya yang merupakan generasi keempat ini.

Satu hal yang dipegang bahkan tidak ingin goyah, lanjut Aditya, perusahaan selalu mengedepankan etikad baik untuk semua orang, baik untuk pekerja maupun masyarakat luas. Perusahaan selalu berpegang teguh pada aturan perundang-undangan yang bertujuan untuk kemaslahatan.

Disebutkan, sejak awal produksi selalu mengikuti aturan pemerintah semua kemasan rokok produksinya mengunakan pita cukai. Aturan yang menurutnya bukan sekedar sebuah kewajiban, lebih itu ada nilai kebaikan yang diberikan kepada negara untuk masyarakat luas.

“Kita memahami meski rokok dengan bahan natural, tidak ada yang menyehatkan. Ada kandungan-kandungan yang kurang baik untuk kesehatan. Karena itu ada pembatasan dengan mewajibkan memakai cukai. Kita sangat mendukung hasil cukai rokok semuanya dari negara untuk rakyat. Kita bangga bisa menyumbangkan pendapatan untuk negara,” jelasnya.

Aditya justru sangat menyayangkan masih adanya perusahaan rokok ilegal beroperasi tanpa menggunakan cukai. Baginya, tindakan mereka tidak hanya merugikan negara, tapi juga merugikan perusahaan rokok lainnya.

“Kita terganggu ketika masih ada rokok ilegal beroperasi di pasaran. Mereka bisa mematikan perusahaan rokok lainnya. Tanpa cukai bisa menjual rokok sangat murah, kita perusahaan rokok kecil bisa mati kalah saing harga. Pakai cukai dengan nilai setengahnya harga per kemasan rokok, kita membuktikan masih bisa bertahan sampai sekarang,” pungkasnya.

KETERANGAN PERS: Kepala Kanwil DJBC Jateng-DIY, Ahmad Rofiq memberikan keterangan kepada wartawan saat Media Gathering di kantornya. FOTO:JATENGPOS

Sementara, Kepala Kanwil DJBC Jateng-DIY, Ahmad Rofiq mengatakan, pihaknya mengapreasi perusahaan rokok yang telah mematuhi kewajiban memakai cukai. Penerimaan negara per September 2024, realisasi mencapai Rp 40,62 triliun, dengan rincian terbanyak dari Cukai Rp 38,62 triliun, Bea Masuk Rp 1,96 triliun, dan Bea Keluar Rp 42,15 miliar.

Baca juga:  Desa Cermo, Boyolali Budidayakan Pisang Cavendish

“Target penerimaan tahun ini sebesar Rp 61.68 triliun, dengan rincian Cukai Rp Rp 59,24 triliun, Bea Masuk Rp 2,25 triliun, Bea Keluar Rp 176,86 miliar. Perolehan di DJBC Jateng-DIY saat ini (Rp 40,62 triliun, red) kami optimis akhir tahun bisa tercapai 100 persen,” ujar Rofiq kepada peserta Media Gathering di kantornya, Rabu (9/10/2024).

Di sisi lain, pihaknya terus melakukan penindakan rokok ilegal. Terhitung sejak Januari hingga September 2024 berhasil menindak sebanyak 87,6 juta batang rokok ilegal .

“Jika dihitung dari penegakan hukum itu, kita mampu menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp 83,62 miliar. Target kita sampai akhir tahun bisa menindak 100 juta batang rokok, melebihi penindakan tahun lalu sebanyak 90 juta batang rokok,” ujarnya kepada peserta Media Gathering di kantornya, Rabu (9/10/2024).

Dijelaskan Rofiq, kebanyakan rokok ilegal tersebut berasal dari Jawa Timur yang akan didistribusikan ke Kalimantan dan Sumatera. Petugas berhasil melakukan penangkap saat melintas di wilayah Jateng, seperti penangkapan di Kudus dan Cilacap.

“Para pelaku biasanya perusahaan rokok kecil. Mereka melakukan aksinya dengan hit and run. Beraksi kita tindak tegas menutup pabriknya, setelah itu mereka membuka pabrik lagi. Kita akan terus tindak tegas,” tegasnya.

Upaya pengawasan terus diperketat, lanjut Rofiq, mewaspadai adanya peningkatan peredaran rokok ilegal dampak kenaikan cukai rokok. Pihaknya mengapresiasi pemerintah daerah dan instansi-instansi menggencarkan sosialisasi peredaran rokok ilegal kepada masyarakat luas.

“Kita apreasiasi pemda menggencarkan sosialisasi melawan rokok ilegal. Informasi dari masyarakat sangat kita butuhkan, tidak mungkin kita mengetahui seluruhnya. Masukan dari masyarakat, analisis intelijen, aparat hukum, Pemda, mahasiswa sangat kita butuhkan,” tandasnya. (muz)

iklan