Permohonan Praperadilan Guru Grobogan Terancam Gugur, Kuasa Hukum Beberkan Kejanggalan

Dr BRM Kusumo Putro dan tim kuasa hukum guru R saat memberi keterangan pada awak media di Solo. (ade ujianingsih/jatengpos)

JATENGPOS.CO.ID,  SOLO – Permohonan praperadilan atas kasus R, guru SD di Grobogan yang ditersangkakan kasus pencabulan terancam gugur. Menyusul turunnya jadwal sidang pidana bersamaan dengan sidang kedua praperadilan pada Selasa (17/12) di PN Grobogan.

Disampaikan Ismana Hendra SH, dari Kantor hukum Dr BRM Kusumo Putra and Partner yang menjadi kuasa hukum guru R, permohonan praperadilan terancam gugur walaupun belum resmi diputus majelis hakim hal ini mengacu pada Pasal 82 ayat 1 (d) KUHAP yang berbunyi bahwa dalam suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada peradilan belum selesai maka praperadilan itu gugur.

“Diperkuat dengan MK nomor 102/PU-VIII/2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang dimaksud perkara mulai diperiksa telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan, jadi ada indikasi gugur,” ungkap Hendra, ditemui media di Solo, Senin (16/12).

Baca juga:  Kapolri Tinjau Vaksinasi Warga Lintas Agama di MAJT

Hendra berharap praperadilan masih akan berlanjut demi keadilan untuk guru R. Karena pihaknya yakin ada banyak kejanggalan dalam kasus ini. Baik dari bukti kejahatan hingga prosedur hukum.


“Kejanggalan kasus ini banyak, untuk prosedur hukum mulai dari proses penangkapan, pemeriksaan hingga penetapan tersangka sangat janggal, karena semua surat di buat ditanggal yang sama itu sangat aneh,” ungkap Hendra.

Lima surat dengan tanggal yang sama yakni Sabtu 12 Oktober 2024, adalah pertama surat laporan polisi, kedua surat perintah penyidikan, ketiga surat penetapan tersangka, empat surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan. Diantaranya Surat Perintah Penyidikan Kapolsek Gabus No SP.Sidik/03/X/ RES.1.24/2024/Reskrim, tanggal 12 Oktober 2024; Surat tentang ketetapan Penetapan Tersangka S.Tap/03/X/RES.1.24./2024/Reskrim, Tanggal 12 Oktober 2024.

“Kalau sesuai Perkap no 6/2019 tentang penyidikan tindak pidana harusnya ada dua kali gelar setelah penyelidikan dan sebelum penetapan tersangka. Apa mungkin semua prosedur dilakukan di hari yang sama,” imbuh Hendra.

Baca juga:  Tim Satgas Pangan Jateng Pantaun Pendistribusian Minyakita 

Satu lagi kejanggalan yang fatal yakni tersangka di amankan pada 10 Oktober 2024 tanpa surat, lalu 12 Oktober muncul surat surat tersebut lalu dilakukan BAP lalu ditahan tanpa didampingi kuasa hukum, padahal aturan undang-undang ancaman hukuman 5 tahun keatas wajib didampingi kuasa hukum. Sedangkan Dr BRM Kusuma Putro ditunjuk keluarga sebagai kuasa hukum baru pada tanggal 2 Desember 2024 setelah dilimpahkan ke Kejaksaan.

Dr BRM Kusumo Putro mengatakan tegas ingin memberikan keadilan pada guru R, terlebih melihat banyak kejanggalan atas kasus ini.

“Kasus ini terlihat sangat dipaksakan. Banyak ketidakadilan dialami guru R. Dari sisi hukum jelas banyak kejanggalan. Tidak hanya lima surat ditanggal yang sama, dua alat bukti kejahatan pun diragukan, yang katanya alat buktinya pengakuan korban dan visum. Lalu keadilan sosial, guru R langsung diberhentikan dari jabatan Guru bahkan diminta mengembalikan gaji, padahal belum terbukti bersalah, belum inkrah, sepertinya ada yang bermain dalam kasus guru R,” ungkap Dr Kusumo, Senin (16/12).

Baca juga:  Pemprov Jawa Tengah Gelar Festival Sastra Jawa

Kusumo juga mempertanyakan kehadiran PGRI sebagai tempat bernaung guru yang harusnya menjadi pendukung. Memang tuduhan kasusnya cukup berat yakni pencabulan tapi harusnya ada prosedur pemeriksaan.

Mengenai dugaan gugurnya permohonan Praperadilan, Kusumo minta PN mempertimbangkan keadilan hukum bagi guru R. Terlebih pengajuan praperadilan terlebih dulu dilakukan bahkan sudah dilakukan sidang pertama, meski termohon tidak hadir.

“Kami tegaskan lagi kami sangat mendukung upaya peradilan kasus pencabulan. Tapi karena ini menyangkut keadilan hukum dan kemerdekaan orang, kami harap hakim mengesampingkan sidang pidana dan mendahulukan sidang praperadilan. Apalagi ada bukti kejanggalan prosedur hukum. Agar berkaca juga pada kasus kasus hukum yang dialami sejumlah guru di daerah lain, seperti guru Supriyani di Konawe Sultra,” tandas Kusumo. (Dea)