JATENGPOS.CO.ID, Bulan Ramadhan sebentar lagi akan berganti bulan Syawal dan berarti berpuasa Ramadhan sebentar lagi akan paripurna. Sekarang ini kita berada di sepuluh hari terakhir, yang berarti kita akan ( insyaallah) terbebas dari neraka ( ‘itqun ‘aninnari ) setelah mendapatkan Rahmah ( 10 hari pertama ) dan maghfirah dari Allah SWT (pertengahan Ramadhan ).
Minimal, ada dua kemungkinan yang dialami umat Islam menjelang berakhirnya Ramadhan. Pertama, merasa sangat senang, karenakewajiban berpuasa Ramadhan sudah akan berakhir. Sikap ini mengindikasikan berpuasa bulan Ramadhan sebagai sebuah beban. Mereka ingin segera terbebas dari beban, nyaris tanpa berpikir, bahwa Ramadhan adalah kenikmatan besar.
Kedua, merasa sedih. Sikap ini mengindikasikan, bahwa Ramadhan benar benar sangat diharapkan dan ditunggu. Bahkan, misalkan boleh meminta, mereka ingin semua bulan menjadi bulan Ramadhan, karena didalamnya terdapat Rahmat, Maghfiroh dan pahala ibadah yang dilipatgandakan. Apalagi, Lailatul Qadar hanya ada di bulan Ramadhan.
Secara substantif, berpuasa Ramadhan adalah menahan ( al imsak) dari ucapan dan makanan ditambah menahan nafsu biologis dalam rentang waktu dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari ( minal fajri ila ghurubi al syamsi). Sedangkan goul atau goyahnya adalah berikhtiar mencapai predikat orang yang bertaqwa ( Muttaqin), sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah, ayat 183.
Bulan Ramadhan sebagai bulan Rahmah, Maghfiroh dan terbebas dari neraka memiliki banyak dimensi, sehingga banyak rupa amaliah yang menyertainya. Banyak orang “bermetamorfosis” menjadi orang yang saleh atau dalam bahasa bebas, banyak orang mendadak saleh. Suatu hal yang positif.
Intensitas kesalehan umat Islam tampak sangat signifikan. Terlihat masjid, mushola dan majelis ilmu penuh jama’ah, syiar masjid semakin terasa dan kesalehan sosial dengan ujud sedekah, zakat dan sejenisnya frekuensinya meningkat tajam.
Lagu, bagaimana pasca Ramadhan, apakah intensitas dan geliat kesalehan tersebut akan tetap terjaga?
*Test case*
Predikat takwa adalah tujuan atau ghoyah dari berpuasa Ramadhan. Predikat tersebut harus tetap terjaga meski sifat takwa itu fluktuatif. Takwa tidak boleh musiman, apalagi hilang setelah tidak berpuasa Ramadhan.
Jika selama ramadhan membiasakan diri untuk menahan nafsu yang berpotensi membatalkan puasa, salat lima waktu berjamaah, setidaknya salat isya dan subuh, salat tarawih dan witir juga salat tahajjud, membaca Alquran dan bersedekah, untuk menjaga predikat takwa, maka hal hal tersebut perlu dilakukan pasca Ramadhan dengan bentuk ibadah yang lain atau sejenis. Salat tarawih diganti dengan salat malam ( tahajud), misalnya.
Berpuasa Ramadhan bisa disebut sebagai pendidikan ( tarbiyah) dan pembiasaan dalam konteks memaintenance nafsu yang dipicu lisan, makanan dan syahwat. Karena itu harus dilakukan terus menerus sepanjang masa sesuai kadar kemampuannya.
Sebagai test case memelihara spirit relegiositas pada bulan Ramadhan, pasca Ramadhan, bisa dilakukan dengan berpuasa sunah Syawal selama enam hari.
Nabi Muhammad Saw bersabda :”man shoma romadhona wa atba’ahu sittan min syawwalin kana kalsyiyami al dahri.” Artinya, barang siapa berpuasa Ramadhan dilanjutkan dengan enam hari syawwal, maka seperti pahala puasa setahun, HR. Muslim.
Juga pasca Ramadhan membiasakan salat tahajjud, karena salat ini sangat dianjurkan oleh Allah dan rasul-nya.
Allah berfirman :”wa minallaili fatahajad bihi nafilatan laka.” Artinya, pada sebagian malam lakukanlah salat tahajjud sebagai tambahan bagimu, QS Al Isro, ayat 79.
Kesimpulannya, puasa Ramadhan meskipun sudah berakhir, kita tetap perlu memelihara spirit Ramadhan. Jika selama ramadhan kita bisa “bermetamorfosis” menjadi manusia saleh dan relegiositas kita meningkat pesat, maka spirit tersebut perlu kita jaga, dengan cara menahan lisan kita, makanan kita menjadi makanan yang halal dan menjaga nafsu biologis kita serta membiasakan melakukan berbagai ibadah sunah.
Semoga puasa Ramadhan kita diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan predikat orang yang bertaqwa. Yaitu berusaha secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Setelah itu puasa Ramadhan kita tutup dengan membayar zakat fitrah, sedekah, silaturahim dan saling memberi maaf. (*)