Ber-ICT [belum] Tentu Profesional

MARIYARINI SRI BUDI UTAMI, S.Pd SMK N 11 SEMARANG
MARIYARINI SRI BUDI UTAMI, S.Pd SMK N 11 SEMARANG

JATENGPOS.CO.ID – Kebijakan sertifikasi guru yang sudah berjalan selama kurang lebih 11 (sebelas) tahun mampu meningkatkan kesejahteraan guru secara signifikan. Fenomena ini terlihat dari data sensus ekonomi dimana hampir 75% guru yang berstatus PNS sudah mampu membeli kendaraan roda 4 (empat), yang mana sepuluh tahun yang lalu barang ini tentu masih jauh angan-angan seorang guru.

Kalau menilik awal kebijakan sertifikasi guru ini dikeluarkan tujuannya adalah untuk menyasar peningkatan kompetensi dan mutu guru. Karena untuk mendapatkan sertifikat sebagai guru profesioal ini melalui beberapa tahapan yang muaranya adalah peningkatan kompetensi guru. Konsekuensi dari sertifikasi ini guru dianggap pantas dan layak diberikan tunjangan profesi dengan harapan bias menjaga kualitas maupun meningkatkan kompetensi dirinya disamping meningkatkan kesejahteraan diri.

Guru yang sudah mendapat label “professional” mendapat tuntutan untuk mamputampil bedadalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu indikatornya adalah guru harus mampu memanfaatkan ICT (Information and Communications Technology) dalam pembelajaran di kelas.

Baca juga:  Pentingnya Integrated-Skill dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Bahkan ada beberapa kepala sekolah yang merasa bangga terhadap anak buahnya (guru) apabila sudah membawa laptop dan LCD(Liquid Crystal Display) ketika akan pembelajaran di kelas. Dalam benak sang kepala sekolah “Wah guru itu sudah professional”. Ini yang perlu kita sikapi bersama. Apakah tolak ukur keprofesionalan guru itu hanya dilihat dari pemanfaatan ICT dalam pembalajaran di kelas semata.

iklan

Fakta di lapangan ada beberapa guru yang secara sengaja atau tidak sengaja, perannya di kelas tergantikan oleh perangkat tersebut. Guru dalam proses KBM cenderung terpasung terhadap apa yang ada. Sehingga peserta didik yang seharusnya bias berkembang menjadi terkekang. Bukankah dalam Kurikulum 13 dikemukakan bahwa pembelajaran yang baikitu adalah pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk aktif? Dengan kata lain proses eksplorasi peserta didik menjadi berkurang, karena hanya cenderung receptive.

Yang lebih memprihatinkan lagi proses pembelajaran tradisional tapi dikemas seolah – olah modern. Misalnya saja, guru mengetik berbagai materi pelajaran di laptopnya secara komplit dan detail. Ketika pembelajaran akan berlangsung tinggal dibuka filenya dibantu dengan LCD kemudian dibacakan. Selesai membacakan, peserta didik disuruh mencatat persisapa yang ada di tanyangan. Pembelajaran semacam ini apakah dapat dikategorikan pembelajaran yang professional?

Baca juga:  Tingkatkan Hasil Belajar Tata Surya Melalui Pendekatan Konstruktivisme

Bukankah ilmu ICT tidak melulu berhubungan dengan computer dan internet. Alat – alat yang sederhana sebagai contoh kentongan, peluit, sandi, atau morse juga dapat dikategorikan sebagai benda yang sudah ber-ICT. Maka sebagai guru yang sudah tanggap dengan ICT tentu saja tidak terpaku pada satu pandangan bahwa ICT itu selalu berhubungan dengan benda – benda yang berbau teknologi saja tetapi juga dapat berasal dari benda – benda yang kita anggap sederhana dan sepele.

Guru professional tidak bias dilihathanya dari satu sudut pandang saja. Guru yang dalam proses pembelajaran di kelas menggunakan ICT juga belum tentu dapat dikategorikan sebagai guru professional. Guru professional adalah guru yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan memanfaatkan bahan – bahan yang ada di sekililingnya namun tidak terlepas dari tujuan pembelajaran.

Baca juga:  Belajar Skala Prioritas dari Uang Saku
MARIYARINI SRI BUDI UTAMI, S.Pd
SMK N 11 SEMARANG
iklan