JATENGPOS.CO.ID, – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah mencanangkan 18 nilai dalam pendidikan karakter bangsa, yakni : (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli lingkungan, (17) Peduli social, (18) Tanggung Jawab.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia karakter dapat diartikan suatu sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Setiap orang mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang baik, ada yang kurang baik, ada yang jujur, ada juga yang suka bohong. Ada yang gemar membaca, ada juga yang malas membaca, semua itu tergantung pada kepribadian masing-masing. Karakter terbentuk karena suatu kebiasaan. Dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif maka akan terbentuklah karakter yang baik. Untuk itu pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini.
Kekerasan yang dilakukan peserta didik kian memprihatinkan, seperti aksi premanisme yang dilakukan oleh peserta didik yang tergabung dalam suatu geng. Geng motor yang akhir-akhir ini marak diberitakan di media massa, geng motor ini barangkali hanya merupakan salah satu potret dari sekian banyak kenakalan remaja yang ada di lingkungan masyarakat. Kejadian seperti ini mungkin juga pernah dialami oleh sekolah, namun tidak terekspos media massa. Isu-isu moralitas dan masalah social peserta didik, seperti penggunaan narkotika, pornografi, perkosaan, perampasan dan perusakan milik orang lain, sampai saat ini belum teratasi secara tuntas.
Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif dalam diri peserta didik tidak dapat digantikan oleh media pendidikan secanggih apa pun. Hall ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup yang hanya dapat ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan mau melaksanakannya. Proses pembiasaan tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa campur tangan guru dan orang tua.
Penanaman budaya literasi juga merupakan upaya untuk menambah wawasan peserta didik dan merupakan bagian dari penguatan pendidikan karakter. Literasi memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “Kegiatan 15 menir membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
Membentuk karakter melalui pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra tidak hanya sekedar, menjadi sesuatu yang mampu memberikan kemenarikan dan hiburan serta yang mampu menanamkan dan memupuk rasa keindahan, tapi juga pembelajaran yang mampu memberikan pencerahan mental dan intelektual. Pembelajaran sastra dapat dituangkan dalam tiga bentuk pembelajaran sastra yaitu pembelajaran apresiasi sastra, pembelajaran kreasi sastra, dan pembelajaran ekspresi sastra yang semuanya harus diberikan pada peserta didik berbasis peda pembentukan karakter. Peserta didik yang dilatih memahami karya sastra baik berupa puisi, cerpen, novel ataupun drama akan diperoleh pencerahan batin. Mereka dapat mengetahui tentang arti tanggung jawab, bekerja sama, disiplin, kejujuran, tentang kesopanan dan lain-lain.
Pembiasaan-pembiasaan yang dilaksanakan disekolah seperti berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, memberi salam setiap bertemu guru dan warga sekolah yang lain, mengikuti upacara bendera setiap hari Senin dan hari-hari besar nasional, tugas piket membersihkan kelas secara bergiliran, merupakan contoh konkret penerapan nilai-nilai karakter seperti religious, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kreativitas dan cinta tanah air.
Kasinah, S. Pd., MM
Kepala SMP Negeri 35 Purworejo