JATENPOS.CO.ID, –Mendengar kalimat bermain peran seakan hanya dimiliki pada bermain peran pada drama, sinetron atau film. Ternyata siswa bisa memainkan peran sebagai symbol-symbol pada mata pelajaran IPA.
IPA merupakan pelajara yang banyak sekali simbol-simbol, satuan-satuan yang melibatkan ingatan, penalaran dan hitungan. Sehingga energi siswa untuk memahaminya lebih banyak.
Siswa jaman now, cenderung banyak bermain dengan game, sehingga keaktifan hanya di alam maya. Keaktifan siswa tersebut kita ambil alih menjadi peran nyata, dimungkinkan bisa digunakan sebagai penyemangat belajar IPA.
Karakteristik mata pelajaran IPA yang rumit sebetulnya bisa kita rekayasa menjadi menyenangkan, menggembirakan, dan dirindukan.
Pada kompetensi dasar listrik, dihubungkan dengan besaran-besaran sumber arus listrik, hambatan, dan arus listrik. Bermain peran di sini, siswa berperilaku sebagai besaran-besaran tersebut di atas. Yaitu sebagai hambatan, sebagai sumber listrik, dan sebagai arus listrik.
Rangkaian hambatan seri, paralel, dan gabungan akan menjadikan suasana kelas menjadi hiruk pikuk ( Hipik ). Hipik inilah diharapkan menjadikan aktivitas siswa dalam kelas menjadi seru.
Keseruan dalam hipik ini bila di bawa keluar kelas akan menjadi pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Hipik dalam pembelajaran adalah salah satu ciri pelaksanaan Kurikulum 2013.
Contoh, jika tiga hambatan diseri, maka 3 anak akan berjajar saling bergandengan, sementara siswa yang berperan sebagai arus listrik berjalan melewati tiga anak yang bergandengan tersebut akan lebih lambat, dari pada hanya satu anak ( satu hambatan ) yang menghalangi. Hambatan di sini berarti berfungsi sebagai penghambat. Siswa akan menyimpulkan sendiri.
Jikan dua hambatan di pararel maka ada dua siswa misalnya yang satu gendut kuat yang satu kecil akan berjajar saling berhadapan. Arus listrik berjalan dari samping, menuju ke hambatan pasti akan memilih yang hambatan kecil.
Sumber arus yang besar, akan menghasilkan arus besar. Arus besar berarti jumlah siswanya lebih banyak. Bila sumber arusnya kecil yang berperan sebagai arus juga sedikit.
Sumber arus besar melewati hambatan kecil, maka arusnya besar, siswa belewati hambatan dengan lancar. Dan sebaliknya.
Peran guru di sini sebelumnya memberikan penjelasan bahwa arus listrik akan memilih hambatan yang kecil daripada hambatan yang besar. Dengan kata lain, jika hambatan kecil arusnya besar, dan sebaliknya.
Model bermain peran ini sering saya gunakan sebagai salah satu model yang mengaktifkan kelas. Kelas menjadi ramai, bahkan hipiknya kelas luar biasa.
Siswa menjadi tidak malu, bakat ramai bagi siswa yang memiliki bakat banyak omong, atau banyak cakap terwadahi. Bermain peran bisa menaikkan aktivitas belajar siswa, menaikkan prestasi siswa.
Dalam penelitian ini saya menggunakan dua siklus, siklus I desain bermain peran pada masing-masing kelompok dibuat oleh guru, pada siklus II desain bermain peran dikreasi sendiri oleh siswa. Peran yang dimainkan adalah para anggota kelompok bermain sebagai besaran, satuan, alat ukur pada materi listrik dinamis. Hambatan R, kuat arus I, amperemeter A, voltmeter, energi listrik W, dan daya listrik P merupakan besaran-besaran yang diperankan oleh siswa.
Berdasarkan observasi awal di SMP Negeri 1 Wuryantoro, menunjukkan hasil belajar materi kelistrikan kelas IXF ketuntasan masih rendah yaitu 36% , artinya 64% belum mencapai KKM yang ditetapkan sebesar 75 dan aktivitas belajar siswa masih rendah ( hanya 14% yang aktivitasnya baik) . Model Pembelajaran bermain peran, salah satu cara untuk menaikkan aktivitas siwa dan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan dan kajian secara mendalam, diperoleh suatu kesimpulan bahwa model bermain peran dapat: 1) meningkatkan aktivitas belajar meningkat dari rata-rata score 2,92 dari predikat kurang menjadi 4,07 dengan predikat baik naik 1,14 poin atau meningkatkan jumlah siswa aktif dari 14% menjadi 78,6% aktivitas belajarnya baik 2) meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 21,8 poin dari 61,70 pada kondisi awal menjadi 83,50 pada kondisi akhir atau ketuntasan siswa naik 57,74% dari 36% ( 10 siswa) tuntas belajar menjadi 93,75% ( 26 siswa) tuntas.
WGRI_2_ Dra. Erma Muflihah, M.Pd