Tanamkan Karakter melalui Bahasa Jawa

M. T. Ambarwati S, S.Pd SD Negeri 1 Wirun Kutoarjo, Purworejo
M. T. Ambarwati S, S.Pd SD Negeri 1 Wirun Kutoarjo, Purworejo

JATENGPOS.CO.ID, – Baru-baru ini, dunia pendidikan kita terutama dalam kurikulum ditekankan tentang perlunya penguatan karakter dalam  mata pelajaran. Karakter dalam KBBI berarti tabiat; sifat-sifat kejiwaan; akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak. Kurikulum sebelumnya dirasa kurang menekankan karakter sehingga menghasilkan lulusan yang kurang berkarakter. Karakter seseorang dapat dilihat dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Tanpa menutup mata, kita sadari bahwa saat ini lulusan dunia pendidikan  seperti kehilangan karakter.Sering kita jumpai dalam realita kehidupan di sekitar kita.  Ketika seseorang ditanya bagaimana sikap terhadap orang yang lebih tua, dapat dipastikan akan menjawab menghormati ataupun menghargai. Akan tetapi, ketika dalam keseharian seseorang tersebut menunjukkan perilaku yang tidak menghormati terhadap orang tuanya.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang paham terhadap konsep karakter namun tidak memiliki karakter dalam dirinya. Karakter bukan berupa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari kemudian diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah, melainkan hal yang  melekat pada jiwa seseorang. Penanaman karakter tidak dapat  melalui sebuah konsep-konsep yang dihafal  kemudian dipahami dan akan menjadi sifat pada jiwa seseorang. Menanamkan karakter dilakukan secara implisit dalam berbagi bidang.  Wujudnya bisa berupa keteladanan dan pembiasan yang akan diterima bukan oleh logika sajamelainkan hati nurani. Dengandemikianakan tertanamkarakterpadajiwaseseorang.

Baca juga:  Cerpen Dukung Aktivitas Menulis Drama

Bagaimanakah keterkaitan bahasa Jawa dengan penanaman karakter? Dalam hal ini lebih menekankan karakter kesopanan dan keramahtamahan yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Bahasa Jawa adalah bahasa yang dapat dikatakan unik, karena didalamnya terdapat nilai unggah-ungguh. Dalam bahasa Jawa menempatkan nilai kesopanan dalam berbahasa, ada perbedan penggunaan bahasa ketika berkomunikasi dengan sebaya dan dengan orang yang lebih tua yang menunjukan kesopanan. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau orang yang dihormati maka menggunakan bahasa krama.

Secara umum bahasa krama sendiri masih dibagi menjadi krama dan krama inggil. Sedangkan dalam berkomunikasi dengan teman sebaya menggunakan bahasa ngoko yang dibagi menjadi dua tataran yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Untuk menunjukan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama inggil. Apabila berkomunikasi dengan orang yang lebih tua menggunakan ragam ngoko maka dikatakan tidak sopan. Tingkat tuturinitidak terdapat dalam bahasa lain.

iklan
Baca juga:  Asian Games: Pembinaan Intensif, Kompetisi Masif, Prestasi

Contohpenerapan penggunaan padakata “makan”  dalam bahasa Jawa akan berbeda-beda jika digunakan dalam berkomunikasi. Jika dalam bahasa Indonesia “Ayah makan, adik makan, kucing juga makan”. Berbeda jika dalam bahasa Jawa, menjadi “bapak dhahar, kula  nedha, adik maem, kucing mangan. Tatataran-tataran tersebut menunjukkan nilai kesopanan dan penghormatan. Maka jika penerapan penggunaan dapat dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, minimal dalam lingkup keluarga akan terbentuk karakter secara mendasar.

Namun dalam penerapan bahasa Jawa banyak kendala yang ditemui. Pertama, bahasa Jawa tidak kekinian, terkesan kuno dan ndesa. Tidak dipungkiri bahasa Jawa bukan bahasa yang milenial disaat ini.  Anak-anak muda tidak familiar bahkan malu untuk menggunakanya.

Baca juga:  Kombinasi Moda Atasi Kendala PJJ Pada Materi Fiqih

Kedua, kesulitan dalam berbahasa Jawa. Anak-anak muda takut dicap tidak sopan ketika penerapan bahasa tidak sesuai dalam pemakainya. Orang tua pun sekarang enggan membiasakan anak menggunakan bahasa Jawa karena kurangnya keterampilan berbahsa.

Ketiga, bahasa jawa merupakan bahasa daerah yang pemakainya hanya suku Jawa. Karena merupakan bahasa daerah tentu saja pemakainya hanya terbatas kepada orang Jawa dan hal ini yang menyebabkan semakin sempit pemakainya. Dalam forum resmi di Jawa pun jarang sekali menggunakan bahasa Jawa, hanya di daerah-daerah dan acara-acara yang bersifat tidak formal masih menggunakan bahasa Jawa.

Akan tetapi dari berbagai kendala tersebut, masih banyak ditemui di keluarga-keluarga yang membiasakan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa jika setiap keluarga membiasakan penggunaan bahasa Jawa, bukan tidak mungkin dapat menumbuhkan karakter yang  menjadi pondasi dalam jiwa seseorang.

M. T. Ambarwati S, S.Pd

SD Negeri 1 Wirun Kutoarjo, Purworejo

iklan