JATENGPOS.CO.ID, – Guru pada era sekarang ini dituntut untuk bisa menguasai prinsip dan variasi metode pembelajaran, karena hal tersebut merupakan bagian keterampilan yang wajib dikuasai oleh seorang guru profesional. Seorang guru profesional selain harus menguasai pengetahuan yang akan diajarkan secara prima, juga harus menguasai cara menyampaikan pengetahuan tersebut secara efektif dan efisien serta berakhlak mulia. Penguasaan pengetahuan mengharuskan guru harus terus berusaha meningkatkan pengetahuannya serta memiliki akhlak yang mulia agar bisa dijadikan teladan oleh peserta didiknya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas hendaknya guru memiliki sifat kepribadian yang memenuhi syarat sebagai seorang pendidik, yaitu 1) perhatian dan kesenangan pada subjek-didik; 2) kecakapan merangsang subjek-didik untuk belajar dan mendorong berpikir; 3) simpati; 4) kejujuran dan keadilan; 5) sedia menyesuaikan diri dan memperhatikan orang lain; 6) kegembiraan dan antusiasme; 7) luas perhatian; 8) adil dalam tindakan; 9) menguasai diri; dan 10) menguasai ilmu.
Seorang guru harus siap sebelum terjun memangku jabatan sebagai seorang guru. Mengajar bukanlah tugas statis. Ia harus senantiasa mengikuti perkembangan jaman serta mengikuti perkembangan kebutuhan pendidikan. Untuk dapat mengajar dan mendidik seorang guru harus berkembang bersama dengan masyarakat dan kemajuan yang berlaku. Sebelum guru menggunakan metode pembelajaran tertentu, guru harus mempertimbangkan berbagai prinsip yang melingkupi metode itu sendiri. Pengembangan metode pembelajaran harus diketahui dan dikuasai oleh guru.
Salah satu pengembangan metode pembelajaran yang perlu diketahui dan diterapkan oleh guru, terutama guru Pendidikan Agama Islam adalah Metode SASISATA. Metode SASISATA adalah sebuah metode yang berbasis cerita. SASISATA merupakan singkatan dari Satu Peserta didik Satu Cerita. Metode ini lebih dikenal dengan metode bercerita (telling) atau berkisah. Istilah SASISATA pertama kali dikenalkan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) pada tahun 2016, penggunaan ini untuk mempermudah dan mengingat akan esensi dari metode cerita yang lebih memberi keleluasaan pada peserta didik untuk mengekspresikan seluruh kemampuan dalam bercerita.
Metode kisah atau cerita adalah suatu metode yang mempunyai daya Tarik yang menyentuh perasaan peserta didik sebagaimana yang disampaikan oleh Abuddin Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pendidikan.
Penerapan metode SASISATA dalam pembelajaran adalah lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercerita kepada teman sekelasnya, sehingga pembelajaran tidak dimonopoli oleh guru tetapi lebih pada upaya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang merancang desain dan tema cerita yang dikuasai peserta didik dengan materi dan kompetensi Dasar.
Relevansi metode cerita di lingkungan sekolah seolah-olah seperti benar-benar terjadi. Cerita-cerita yang dimaksud merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada peserta didik. Maka kewajiban guru Pendidikan Agama Islam berkehendak merealisasikan peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan Islam.
Metode bercerita atau berkisah tepat diterapkan pada materi Tarikh Perkembangan Islam atau Sejarah Para Rasul, karena materi ini membutuhkan penjelasan kronologis sejarah secara sistematis sehingga dibutuhkan penyampaian materi secara menarik dan menggugah semangat belajar peserta didik. Teknik bercerita disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan pengalaman belajar dari masing-masing jenjang peserta didik.
Imawati Fauziyah, S.Ag
Guru SMKN2 Sragen