Tradisi Sungkeman Bentuk Karakter Generasi Bangsa

Nurul Fitriyah, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 4 Purworejo
Nurul Fitriyah, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 4 Purworejo

JATENGPOS.CO.ID, – Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas beragama muslim. Umat muslim mempunyai hari raya Idul Fitri yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya. Setelah sebulan penuh berpuasa, hari raya Idul Fitri atau yang sering kita sebut lebaran merupakan moment istimewa bagi umat muslim. Semua umat muslim menyambut dengan penuh suka cita. Berbagai kegiatan dilakukan untuk menyambut lebaran. Mulai dari membersihkan rumah, mengganti perabot rumah tangga dengan yang baru,  membeli baju baru, mengecat rumah dan masih banyak lagi. Bagi yang bertempat tinggal di perkotaan akan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran di kampung halaman bersama orang tua dan sanak saudara. Sebuah kebahagiaan yang luar biasa bisa bersilaturahmi dan berkumpul  bersama keluarga besar.

Ada satu tradisi istimewa saat lebaran khususnya di masyarakat Jawa. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, masyarakat Jawa dikenal sangat kental dengan adat dan tradisi yang dilahirkan secara turun-temurun dari para leluhur kepada generasi berikutnya. Tradisi yang dilakukan saat lebaran yaitu sungkeman. Sungkem dalam Kamus  Besar Bahasa Indonesia berarti sujud atau bersimpuh sebagai tanda hormat. Sungkem kepada orang tua saat hari raya idul fitri atau lebaran merupakan salah satu ritual untuk memohon diampuni kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya. Pada hari  hari raya idul fitri budaya sungkeman sering sekali dilaksanakan sebagai bentuk permintaan maaf kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua dalam satu keluarga. Dalam tradisi masyarakat Jawa dikenal dua macam sungkem. Sungkem saat menikah dan sungkem saat lebaran.  Keduanya mempunyai esensi yang sama yaitu mohon maaf dan mohon doa restu sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau orang yang lebih tua.

Baca juga:  Pembentukan Karakter Melalui Pembelajaran Bahasa Jawa

Tatacara sungkem  yaitu dengan cara duduk bersimpuh di hadapan orang tua, tangan bersalaman sambil mencium tangan, sembari mengucapkan kalimat berbahasa Jawa “Mboten njawi Bapak/Ibu, ngaturaken sembah bekti lan ngaturaken sugeng riyadi, wonten atur saklimah, tindak sapecak ingkang lepat, kula estu nyuwun agunging samudra pangaksama lair batos. (Permisi Pak/Bu saya menghaturkan sembah bakti dan mengucapkan selamat hari raya, apabila ada ucapan dan tindakan yang salah, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya). Biasanya orang yang menerima sungkem akan memberi jawaban “ Padha-padha Ndhuk/Le, semono uga Bapak/Ibu minangka wong tuwa yen ana kaluputan uga nyuwun ngapura. Muga-muga Gusti kang Murbeng Dumadi nglebur dosamu lan dosaku ing dina riyaya iki, lan kita kabeh pikantuk berkah saka Allah SWT. (Sama-sama Nak, saya sebagai orang tua juga minta maaf apabila ada kesalahan. Semoga Allah menghapus dosa-dosa kita dan memberi berkah kepada kita semua.)

Baca juga:  Pohon Matic “Samkar” Tumbuhkan Antusias Siswa Belajar matematika

Namun seiring dengan perkembangan jaman yang masyarakatnya cenderung berpikiran modern ini adat seperti sungkeman ini sudah mulai ditinggalkan.Budaya ini sudah mulai tergerus oleh jaman yang sudah serba canggih dan modern ini, sebagai warga negara indonesia tentunya kita wajib untuk melestarikan budaya-budaya atau tradisi adat yang sudah mulai ditinggalkan dikalangan para pemuda–pemuda bangsa saat ini, untuk itu budaya seperti sungkeman dan mencium tangan orang tua harus tetap dilakukan atau diterapkan. Anak jaman sekarang jarang yang melakukan sungkeman dengan berbagai alasan. Misalnya menganggap sungkeman sebagai hal yang jadul atau tidak kekinian, atau bahkan ada yang merasa malu untuk melakukan sungkem kepada kedua orang tua khususnya waktu lebaran.Sebaiknya tradisi sungkem ini harus selalu dijaga dan dilestarikan, karena sungkem ini syarat dengan makna. Makna sungkem ini antara lain, pertama dengan sungkeman, setiap orang diwajibkan untuk memperlakukan orangtuanya dengan hormat. Yang kedua, sungkeman mengajak seseorang untuk berbuat kebaikan, sadar dan disiplin serta menghilangkan sikap ego di dalam diri. Terlihat dari bagaimana cara seseorang saat sungkeman, yaitu merendahkan tubuhnya dan dengan tulus “menyembah” orang yang telah berjasa dalam hidupnya. Yang ketiga setiap manusia pasti memiliki kesalahan, bahkan dalam hubungan terdekat antara anak dan orangtua hal itu pun sering terjadi. Hubungan yang telah rusak akan terobati sakit hatinya serta rasa percaya pun akan pulih kembali lewat ritual sungkeman. Dengan demikian akan tercipta rasa damai dan rasa mengikhlaskan antara kedua belah pihak.


Baca juga:  Metode Demonstrasi Tingkatkan Menulis Teks Negosiasi

Setelah memahami makna yang terkandung dalam tradisi sungkeman tersebut tentu kita sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab moral untuk selalu mengupayakan agar tradisi sungkeman ini selalu dijaga dan dilestarikan. Dengan cara menmberi pesan kepada peserta didik untuk tetap melakukan ritual sungkeman saat lebaran kepada orang tua atau orang yang lebih tua. Diharapkan dengan tetap menjaga tradisi sungkeman ini akan tercipta rasa saling menghargai, khususnya dari generasi muda akan selalu menghargai kepada generasi yang lebih tua. Secara tidak langsung akan tercipta keadaan masyarakat yang saling menghormati, sehingga terwujud kedamaian dan ketentraman masyarakat. Hal ini akan mendukung menuju persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Sehingga Indonesia akan menjadi negara maju, sejahtera dan beradab yang akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Nurul Fitriyah, S.Pd

Guru Bahasa Jawa

 SMA Negeri 4 Purworejo