Daya Juang Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Fitraning Tyas Puji P., M.Pd Guru SMPN 1 Sapuran, Kab. Wonosobo
Fitraning Tyas Puji P., M.Pd Guru SMPN 1 Sapuran, Kab. Wonosobo

Dalam pidato Mendikbud RI menyambut Hardiknas 2018 disebutkan bahwa satuan pendidikan bertanggung jawab memperkuat karakter siswa. Pendidikan diberikan sebagai upaya memaksimalkan keahlian tingkat tinggi yang diperlukan siswa pada abad 21. Berbagai kompetensi pengetahuan dan keterampilan dapat diperoleh melalui pembelajaran di sekolah, khususnya matematika. Matematika memiliki peranan yang strategis dalam perkembangan iptek. Pembelajaran matematika yang berkualitas tidak sekadar mentrasformasikan materi tetapi sebagai wahana membangun karakter siswa.

Ketika mengamati lingkungan, beberapa siswa tampak lebih berbakat dibandingkan dengan yang lain. Ada yang dianugerahi kecerdasan luar biasa, jasmani yang kuat, dan sumber daya yang tidak terbatas. Sementara itu, ada pula siswa yang memiliki kekurangan dalam hal-hal itu. Namun, terkadang siswa dengan berbagai keterbatasan mempunyai prestasi lebih baik melampaui harapan guru. Mereka mampu membuktikan bahwa segala kekurangan bukan hambatan menuju kesuksesan. Mengapa demikian? Tentunya ada factor tertentu yang mempengaruhi keberhasilan siswa.

Baca juga:  Tingkatkan Ketrampilan Boga Dasar dengan Metode Tutor Sebaya

Daya juang merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan ketika menghadapi kesulitan serta berusaha untuk mengatasinya. Daya juang adalah respon siswa dalam menghadapi kesulitan hidup serta mampu mengubah hambatan menjadi peluang (Villagonzalo, 2016). Dalam pembelajaran matematika, daya juang digunakan untuk membantu guru mengembangkan keuletan dalam menyusun materi ajar yang lebih makna dan memperkuat kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika.

Ketika menghadapi masalah siswa dibagi menjadi tiga kelompok: quitter, camper, dan climber( Stoltz, 2000). Quitter sebutan untuk siswa yang memilih untuk mundur dan menghindari masalah. Camper berarti siswa yang memilih untuk berhenti, cepat puas dengan pencapaian yang telah dimiliki dan tidak mau mengorbankan apa yang telah diperolehnya. Climber berisi siswa yang selalu memikirkan kemungkinan untuk terus maju dan berani menantang hambatan yang menghalanginya.


Baca juga:  GLS: Antara Ada dan Tiada

Ciri-ciri quitter antara lain tidak memiliki keyakinan akan keberhasilan, memilih kehidupan yang datar, bekerja sekadar untuk hidup, mengambil resiko sesedikit mungkin, dan menggunakan kalimat yang sifatnya membatasi, misalnya, tidak dapat, aduh, serta ini tidak adil. Namun, tentunya ada quitter yang ingin membuka kembali peluang dalam hidupnya. Langkah untuk mengubah quitter dengan membuat mereka bertanggung jawab atas keputusan yang diambil dan membantu menyadarkan bahwa mereka masih memiliki kekuatan untuk tidak berhenti.

Kelompok kedua camper, mereka berhasil mencukupi kebutuhan dasar, termotivasi oleh kenyamanan, tidak memanfaatkan potensi secara maksimal, dan menggunakan kalimat yang bernadakompromi, misalnya, ini sudah cukup bagus. Para camper akan berusaha agar kenyamanan yang diperolehnya tidak hilang atau berpindah tangan.

Climber menjalani hidupnya secara lengkap. Climber memiliki sikap gigih menyambut tantangan, bertindak dengan tujuan yang jelas, berani menempuh kesulitan hidup, bahasa yang digunakan penuh dengan keyakinan tentang apa yang bisa dikerjakan, misalnya, ayo kita kerjakan, serta selalu ada jalan. Climber juga mampu memotivasi dirinya untuk berjuang mendapatkan yang terbaik dari hidup.

Baca juga:  IPS Happy dengan Praktikum Alam

Salah satu hasil yang diharapkan setelah pembelajaran matematika yaitu siswa memiliki karakteristik climber. Adakalanya climber mengalami kejenuhan dan timbul perasaan ragu sehingga terkadang berhenti sejenak dan berkumpul bersama para camper, tetapi sebenarnya ia sedang berpikir dan mengatur strategi baru agar terlepas dari masalah dan memupuk semangat untuk senantiasa memperbaiki dirinya.

 

Fitraning Tyas Puji P., M.Pd

Guru SMPN 1 Sapuran, Kab. Wonosobo