Berdasarkan pengalaman sebagai guru mata pelajaran matematika, mengamati proses pembelajaran berlangsung kurang efektif dan kondusif dengan hasil belajar rata-rata kelas adalah 60 yang seharusnya batas minimum rata-rata kelas adalah 75. Permasalahan tersebut perlu diupayakan pemecahannya, salah satunya yaitu melakukan tindakan yang dapat mengubah suasana pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada obyek yang nyata serta melibatkan pengetahuan awal siswa. Menghadapkan siswa pada objek yang nyata dalam pembelajaran adalah salah satu upaya menanamkan konsep kepada siswa, karena dengan demikian terdapat keuntungan-keuntungan sebagai berikut: Siswa lebih percaya pada kebenaran konsep yang telah dialaminya sendiri, Hasil belajar siswa yang diperoleh siswa bersifat retensi (tahan lama) dan internalisasi (menyatu dalam jiwa siswa), pengalaman yang bersifat objektif.
Di sisi lain ketrampilan matematika yang harus dimiliki siswa tidak datang dengan sendirinya. Ketrampilan matematika didasarkan atas pemahaman dan latihan yang cukup sehingga tidak mudah lupa konsep-konsep dan teorema-teorema yang dipelajari. Kemampuan siswa untuk mendapatkan ketrampilan matematika juga oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru. Oleh kaena itu guru harus dapat memilih pendekatan yang tepat. Misalnya seorang guru dalam menyampaikan materi tidak hanya berbentuk ceramah yang kadang hanya membuat siswa mengantuk dan bosan. Tetapi juga diwarnai dengan dialog. Interaktif dengan siswa. Selain itu hendaknya siswa diberi kesempatan melakukan observasi terhadap topik yang akan dibahas, misalnya melalui membaca, menulis, bediskusi dan sebagainya dan siswa akan dibantu mengungkapkan ide-idenya.
Menurut Fosnot (dalam Paul Suparno, 1997), Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatn konstruktivisme digunakan untuk menyusun metode mengajar yang lebih menekankan keaktifan siswa baik dalam belajar sendiri maupun bersama-sama dalam kelompok. Pada pendekatan konstruktivisme guru mencari cara untuk lebih mengerti apa yang dipikirkan dan dialami siswa dalam proses belajar. Mereka memikirkan beberapa kegiatan dan aktivitas yang dapat merangsang murid berfikir. Interaksi antar siswa di kelas dihidupkan, siswa diberi kebebasan mengeluarkan gagasan dan pemikiran mereka.
Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam fikiran manusia. Konstruktivisme menegaskan bahwa tidak semua pengetahuan panca indra terdapat pengetahuan sejati dalam mental belajar. Dengan demikian peran utama dalam pengajaran bukanlah penyampaian pelajaran, penerangan ataupun “perpindahan” pengetahuan matematik kepada pelajar, tetapi ia merupakan penciptaan situasi tertentu untuk membolehkan pelajar membina konsep mental yang diperlukan. (www.depdiknas.co.id).
Menggunakan pendekatan Konstruktivisme dengan cara sebagai berikut: Mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil, disesuaikan dengan jumlah siswa, melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Memperkenalkan kepada siswa kegiatan yang layak, menarik, dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berpendapat sendiri, menggunakan pertayaan Untuk menggali gagasan – gagasan siswa sehingga dapat berfikir dengan logis dan ilmiah, Mengungkapkan gagasan siswa dengan cara diskusi kelompok kecil atau seluruh kelas. dengan berdiskusi siswa terangsang untuk mengkonstruksikan gagasan atau idenya, Guru memberi bantuan seperlunya dan menganjurkan kepada siswa untuk saling berinteraksi dan berfikir dengan cara mereka sendiri.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.(Glaserfeld dan Matthews, 1994 dalam paul Suparno, 1997: 18).
Menurut De Vries dan Kholberg dalam (Suparno, 1997: 70), terdapat beberapa prinsip konstruktivisme yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika antara lain: Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan diperkenalkan, struktur psikologis dikembangkan dulu sebelum symbol formal matematis diajarkan, murid harus dapat kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi matematis sendiri, suasana berfikir harus diciptakan.
Sering pengajaran matematika hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan kepada murid, murid menjadi pasif. Banyak guru menekankan perhitungan bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal saja.
Guru konstruktivisme dianjurkan untuk menguasai materi pembelajaran dengan baik, benar dan bertanggung jawab. Dengan penguasaan bahan secara benar memungkinkan seorang guru mengerti maam-macam model atau jalan untuk memecahkan sebuah persoalan dalam pembelajaran. Kunci perancangan konstruktivisme terletak pada tawaran dan saran. Salah satunya adalah penggunaan ide dalam banyak situasi. Siswa hendaknya diberi kesempatan melakukan observasi terhadap topik yang akan dibahas, misalnya melalui membaca, menulis, berdiskusi dan lain-lain. Mereka akan dibantu mengungkapkan ide-idenya. Perbedaan ide tersebut dapat membangun ide yang baru yang diharapkan dapat dipergunakan pada situasi yang lain.
Dengan menggunakan pendekatan Kontrukstivisme diharapkan terjadi perubahan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, dan akhirnya berdampak pada peningkatan hasil belajar.
SRI MINARNI, S.Pd, MM
Guru Matematika SMP Negeri 1 Tawangharjo Kabupaten Grobogan.