JATENGPPOS.CO.ID. MAGELANG- Kota Magelang terus berupaya meningkatkan pelayanan dan fasilitas untuk anak sebagai bagian komitmen Kota Layak Anak (KLA) yang telah dicanangkan sejak 2012. Berbagai upaya pencegahan dilakukan untuk menutup celah yang memungkinkan terjadinya kekerasan terhadap anak.
Hanya saja, sampai saat ini pun masih ada kendala yang harus dihadapi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP4KB) Kota Magelang untuk mengurangi potensi kekerasan terhadap anak. Salah satu yang menjadi ancaman adalah fenomena anak-anak punk.
”Di tingkat wilayah, kami terus berupaya meningkatkan fasilitas pemenuhan hak anak dan peran serta berbagai pihak. Namun ancaman yang datang dari luar menjadi kekhawatiran yang harus terus diwaspadai, seperti contohnya anak punk,” kata Kepala DP4KB Wulandari Wahyuningsih, saat menerima kunjungan Media Trip bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kamis (28/12) malam.
Ia mengatakan anak punk merupakan remaja pendatang dari daerah lain yang biasanya bergerombol di pinggir jalan. Mereka memiliki ikatan yang sangat solid. Anggota yang masuk akan diterima akan diajak mengikuti kegiatan mereka bahkan bisa menghasilkan uang. Mereka bisa datang dan berpindah-pindah ke berbagai daerah sehingga sulit dikendalikan oleh instansi terkait.
Mereka menjadi ancaman bagi anak-anak di Kota Magelang karena bisa memberi pengaruh buruk. Selama ini, penindakan terus dilakukan dengan berkoordinasi dengan Satpol PP untuk merazia mereka di tempat-tempat umum.
Menurut Wulandari, perlu ada kepedulian dari masyarakat terhadap ancaman masalah anak seperti ini guna terus menekan angka kekerasan terhadap anak.
Ia menyebutkan angka kekerasan terhadap anak di Kota Magelang tiap tahun mengalami penurunan. Bahkan di tahun 2017 hanya terjadi 6 kasus, yang diklaim terendah seluruh Indonesia. Angka ini jauh lebih sedikit dibanding beberapa tahun sebelumnya, karena pada tahun 2012 masih tercatat 67 kasus. Sedangkan tahun 2016 lalu, angkanya sebesar 11-12 kasus.
”Tahun ini hanya 6, itu pun tidak signifikan, dalam arti tidak kasus berat, misalnya ada laporan tapi ketika divisum tidak terbukti, lalu bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan,” tandasnya.
Penurunan kasus tersebut tidak lepas dari upaya pihaknya untuk terus menekan celah kemungkinan yang bisa memunculkan kekerasan terhadap anak. Semua elemen dilibatkan untuk mendukung upaya pemenuhan hak anak.
Terlebih lagi dengan adanya pencanangan RW Ramah Anak. Hingga kini tercatat ada 192 RW yang sudah dicanangkan menjadi RW Ramah Anak.
”Tahun depan kami menargetkan 1.018 RT menuju ramah anak. Nantinya, tingkatan diperkecil menuju keluarga ramah anak. Salah satu cara jitu yang dilakukan adalah sosialisasi ancaman denda Rp3 juta untuk satu tindakan kekerasan terhadap anak,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin mengungkapkan Kota Magelang merupakan salah satu dari enam Kota Layak Anak kategori Nindya. Lima daerah lainnya yakni Kota Denpasar, Kota Padang, Kab Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Gianyar.
”Kota Magelang dipilih karena memiliki program yang signifikan dan unik memenuhi 24 indikator Kota Layak Anak, di antaranya ada Bapak KLA, Perda, database, serta gugus tugas untuk rencana aksi daerah,” katanya.
Meski dimikian, masih ada beberapa hal perlu dibenahi salah satunya masih ada 8 persen anak belum memiliki akta kelahiran. Padahal akta sangat penting untuk anak karena berhubungan dengan fasilitas ke depan seperti layanan pendidikan, dan lainnya. (wid/jpnn/muz)