Blended Learning, Gairahkan Pembelajaran Bahasa Jawa

Tukijo, S.Pd Guru SMPN 17 Semarang
Tukijo, S.Pd Guru SMPN 17 Semarang

Pembelajaran materi Jawa masih dominan dengan cara-cara konvensional. Metode ceramah masih kerap dilakukan. Bukan hanya itu, minimnya sumber belajar, dan motivasi yang rendah juga terjdi pada pembelajaran. Hal tersebut yang menjadikan siswa terkesan pasif. Misalnya dalam hal berbicara(micara) siswa masih belum percaya diri. Pada pembelajaran materi Adat Budaya jawa di kelas IX B SMP N 17 Semarang masih belum beranjak dari KKM yakni 72. Perlu strategi yang tepat untuk mendorong siswa untuk mengusai materi tersebut. Salah satunya yakni menggunakan model blended learning. Cara ini diyakini akan dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih aktif, mandiri, dan kolaboratif.

Kita tahu bahwa blended learning merupakan salah satu model berbasis TIK yang sedang dikembangkan. Istilah Blended Learning secara ketatabahasaan terdiri dari dua kata yaitu Blended dan Learning. Kata Blend berarti “campuran bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze and Procter, 2006: 236), sedangkan Learning memiliki makna umum yakni belajar. Dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dicampurkan?

Baca juga:  Modelling The Way Tingkatkan Pemahaman Salat

Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas dengan tatap muka secara konvensional (classroom lesson) dengan pembelajaran secara online. Ini yang dimaksudkan adalah pembelajaran yang secara konvensional biasa dilakukan di dalam ruangan kelas dikombinasikan dengan pembelajaran yang dilakukan secara online baik yang dilaksanakan secara independen maupun secara kolaborasi, dengan menggunakan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi

Pada perkembangannya istilah yang lebih populer adalah blended e-learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi blended learning.


Zhao (2008:162) menjelaskan “isu blended e-learning sulit untuk didefinisikan karena merupakan sesuatu yang baru”. Walau cukup sulit mendefinisikan pengertian Blended e-learning tapi ada para ahli dan profesor yang meneliti tentang blended e-learning dan menyebutkan konsep dari Blended e- learning.

Baca juga:  Bahasa Alay Media Online Merusak Bahasa Indonesia

Dapat disimpulkan bahwa dalam blended learning itu mengombinasikan model konvensional dengan pembelajaran online dengan memanfaatkan berbagai moda TIK. Tujuannya tercipta pembelajaran mandiri.
Seiring dengan perkembangan digitalisasi sekolah, peranan TIK dalam pembelajaran bahasa Jawa di SMP 17 Semarang cukup mendukung. Ada 3(tiga) sintak dalam model blended learning, yakni pertama seeking inform, kedua aqutions of inform, dan ketiga sythesiing inform. Nah, bagaimana praktik dan penerapannya di kelas?

Pertama kegiatan off line, guru memberikan pengantar. Apapun terkait materi, strategi dan bentuk pembelajaran disampaikan. Berikutnya siswa dibimbing membentuk kelompok. Di kelas IXB SMP 17 Semarang ada 32 siswa, kemudian dibagi masing-masing kelompok 8 orang. Lalu bagaimana selanjutnya?Nah tentu siswa harus memahami prosedur pembelajaran dari guru. Siswa mengakses sumber dan materi belajar adat budaya Jawa di media online blog guru. Di sana siswa bisa mengakses materi adat budaya Jawa.

Bagaimana langkah berikutnya di blended learning di kelas IXB?Tahap online, yakni siswa berdiskusi melalui video conference. Melalui moda diskusi online ini, siswa telah memanfaatkan sarana online untuk membahas materi yang sudah diakses melalui blog guru tersebut. Suasana diskusi online cukup antusias. Mereka menggunakan zoom claude meeting bawaan dari google.

Baca juga:  Kumpulan Kata Solusi Menulis Puisi

Di tahap berikutnya siswa bertatap muka(ofline) dengan guru mengonfirmasi kembali hasil diskusi terhadap materi. Guru kembali menguatkan materi yang dipelajari siswa. Di tahap online berikutnya semua tugas siswa diupload di blog guru. Bahkan bukan hanya di blog tapi juga di tag di media sosial, semisal instagram.

Nah, mudah sekali model blended learning kan? Intinya model tersebut mengombinasikan pola offline dan online. Siswa di kelas IXB SMP 17 Semarang terlibat dalam diskusi yang cukup berkualitas. Diskusi siswa melibatkan keterlibatan semua siswa dan motivasi belajar siswa maksimal. Tak salah jika guru menggunakan model blended learning untuk materi yang lain.

Tukijo, S.Pd
Guru SMPN 17 Semarang