Garis- Garis Besar Haluan Negara memuat visi misi bangsa Indonesia yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat , berdisiplin dan bertanggung jawab,berketrampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.Untuk mewujudkan itu semua perlu adanya pendidikan karakte untuk warga negara Indonesia. Pendidikan karakter sebagai upaya- upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistimatis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa , diri sendiri sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),perasaan (feeling), dan tindakakan ( action ) salah satu tujuan pendidikan karakter yaitu mengembangkan kebiasaan dan prilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan Pancasila. Dalam kebudayaan Jawa banyak nilai-nilai luhur yang bisa di tanamkan pada peserta didik guna penanaman pendidikan karakter.
Nilai-nilai luhur tersebut antara lain nilai-nilai mawas diri, budi luhur, sifat gemi,setiti, ngati-ati sebaiknya ditanamkan pada peserta didik sebagai pembetukan karakter agar peserta didik memiliki kecerdasan emosional, hal tersebut menjadi tantangan bagi guru Bahasa Jawa bagaimana bisa mengolah pembelajarannya sehingga nilai-nilai tersebut bisa tertanam pada peserta didik, walaupun penanaman nilai itu harus dilakukan oleh seluruh guru mata pelajaran tetapi guru Bahasa Jawa yang lebih berperan untuk menanamkan nilai-nilai budaya Jawa tersebut. Yang paling sederhana adalah metode keteladanan yang mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan nyata dari pada sekedar berbicara ( Prasetyo & Marzuki, 2016:218) dan metode ketrampilan untuk melatih ketrampilan moral, guru harus menyediakan kasus-kasus yang mengharuskan peserta didik menilai dan menimbang dengan menggunakan nilai-nilai budaya Jawa. Sehingga kedepanya siswa menjadi pribadi yang berkarakter, yang menjunjung tinggi budaya Indonesia terutama budaya Jawa.
Dalam pembelajaran Bahasa Jawa untuk materi apapun guru Bahasa jawa harus menerapkan menggunakaan Bahasa jawa terutama Bahasa Jawa krama materi pacelathon dimana materi ini mengharuskan peserta didik untuk berani berbicara dalam Bahasa Jawa. Kenyataan dilapangan anak-anak merasa canggung ketika mau berbicara menggunakan Bahasa Jawa terutama Bahasa jawa krama .Bagi masyarakat Jawa kemampuan menggunakan bahasa jawa krama akan dapat menunjukkan tata krama Jawa yang merupakan warisan nenek moyang yang bernilai luhur. Dengan tata krama Jawa yang baik maka kehidupan yang harmonis akan terpelihara. Orang akan senantiasa berhati –hati dalam bertingkah laku, memberi penghormatan kepada sesama lebih-lebih kepada orang yang lebih tua.
Dalam bahasa jawa orang akan melakukan komunikasi dengan menggunakan beberapa pedoman (wawasan) diantaranya mawas diri, yaitu dengan melihat tinggi rendahnya kedudukan, tua mudanya usia, dan jauh dekatnya tali persaudaraan/hubungan. Mawas bahasa, yaitu pemilihan bahasa yang tepat untuk berkomunkasi dengan orang lain. Sikap, yaitu tindakan selama berkomunikasi. Langkah yang paling dasar untuk dilakukan dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama adalah kita sebagai guru Bahasa Jawa harus membiasakan diri berbahasa Jawa krama ketika mengajar dikelas, peserta didik dibiasakan untuk slalu merubah soal kedalam Bahasa Jawa krama, dan setiap menjawab pertanyaan harus menggunakan Bahasa Jawa krama. Karena penanaman pembiasaan berbicara menggunakan Bahasa jawa krama kalau hanya diterapkan atau dibahas ketika materi pacelathon saja tidak akan cukup waktunya. Untuk itu perlu diterapkan pada materi-materi yang lain.
Wiji Peni Tri Hastuti, S.Pd
Guru SMPN 4 Salatiga