Bangunan Cagar Budaya Perlu Dilestarikan


JATENGPOS.CO.ID,  PEKALONGAN – Kota Pekalongan merupakan salah satu kota terpenting di Pantura sejak jaman dulu. Industri batik yang berkembang sejak jaman penjajahan Hindia Belanda menempatkan Kota Pekalongan sejajar dengan Kota Solo atau Jogja sebagai produsen batik utama di Jawa.

Hal ini membuat Kota Pekalongan banyak dipenuhi dengan bangunan bersejarah. Sayangnya banyak bangunan bersejarah ini yang terbengkalai lalu dibiarkan rusak. Jika tidak diselamatkan dan dijaga dengan baik dapat dipastikan bangunan sejarah itu akan ambruk dan hanya tinggal cerita saja yang tersisa.

Untuk itu Wakil Ketua DPRD Jateng, H Sukirman SS mendorong pengelolaan optimal terhadap cagar budaya yang ada di Kota Pekalongan oleh pemerintah daerah setempat. Pengelolaan secara optimal ini juga sebagai upaya pelestarian bangunan bersejarah.”Banyak bangunan bersejarah di Kota Pekalongan yang memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang tinggi,” ujar Sukirman.

iklan

Politisi PKB Jateng ini mengatakan, cagar budaya merupakan aset berharga dan juga kekayaan daerah yang harus dijaga dan dilestarikan, sehingga pemda agar lebih aktif dalam upaya pelestarian melalui pengelolaan yang optimal.

“Kota Pekalongan tentu memiliki banyak cagar budaya yang luar biasa, dan itu merupakan bagian dari sejarah dan identitas daerah, sehingga perlu dikelola dengan baik dan dilestarikan,” ujar Sukirman saat ditemui usai kegiatan bersama masyarakat Pekalongan Barat yang dilaksanakan belum lama ini.

Baca juga:  Lapuk 3 Kelas SDN 4 Bedoro Ambrol

Selain itu, cagar budaya juga memiliki potensi sebagai sarana edukasi pendidikan terhadap sejarah dan juga pariwisata. Hal ini tentunya akan dapat lebih banyak memberikan manfaat bagi daerah maupun masyarakat.

“Cagar budaya dapat menjadi wadah edukasi dan pariwisata, pastinya itu akan menjadi sumber pengetahuan yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara ekonomi maupun budaya,” ujar Sukirman.

Di sisi lain, Sukirman menyarankan supaya pemda bekerja sama dengan berbagai pihak baik masyarakat lokal, ahli sejarah, dan organisasi pelestarian, untuk memastikan cagar budaya dikelola dengan cara yang paling efektif dan berkelanjutan.

“Pelestarian ini penting dan itu merupakan bentuk kita menghargai peninggalan sejarah masa lampau. Kita juga pastinya sangat mendukung upaya pemda di provinsi ini mengelola dan melestarikan cagar budaya yang ada,” tandasnya.

Salah satu kawasan yang dipenuhi bangunan bersejarah adalah Kota Tua Jetayu Pekalongan. Tak hanya memiliki gaya arsitektur yang unik dan khas, setiap bangunan di kawasan Kota Tua Jetayu ini memiliki cerita sejarahnya masing-masing.

Baca juga:  Gubernur Ganjar Jamin Keamanan Mahasiswa Papua di Jateng

Bangunan itu antara lain kantor pos, Gereja Protestan, Gedung Societet, Gedung Balai Kota (kini Museum Batik), bekas kantor DPU (kini digunakan sebagai kantor Batik TV), Gedung Pertani, dan rumah mantan pembantu Gubernur yang dibangun pada tahun 1850.

Dikutip dari berbagai sumber, kawasan Kota Tua Jetayu biasanya juga menjadi pusat kegiatan masyarakat. Banyak acara-acara baik bertaraf nasional maupun internasional yang diselenggarakan di sana.

Kawasan Kota Tua Jetayu  juga dijadikan area berolahraga oleh warga maupun anak-anak sekolah yang letaknya tak jauh dari sana, setiap pagi. Tak hanya keunikan bangunannya, masih di Kawasan Jetayu ada kawasan Kampung Cina.

Dulunya ada sebuah gapura yang menjadi penanda pintu masuk ke Kampung Pecinan ini. Saat malam, gapura ini akan menjadi tempat penjaga mengawasi orang yang keluar masuk kampung tersebut.

Ketika Tahun Baru Imlek, warga di kampung ini akan mengadakan Festival Pintu Dalem yang merujuk pada keberadaan gapura ini. Sayangnya, kini gapura itu sudah dibongkar karena proyek pelebaran jalan.

 Selain gapura, di kawasan itu ada Rumah Jaksa dan Rumah Kediaman Keluarga Kapitan Thao, orang yang dulu begitu terpandang di tengah masyarakat Cina. Di antara gedung-gedung tua yang berdiri di Kota Tua Jetayu, ada satu gedung yang menjadi saksi bisu sistem tanam paksa.

Baca juga:  Kebakaran di Pasar Manis Purwokerto Berhasil Dipadamkan

Warga Pekalongan mengenalnya dengan nama Gedung Pertani. Dulunya, gedung itu dibangun Belanda untuk mengatur keuangan dari hasil perdagangan gula antara Hindia-Belanda dengan Kerajaan Hindia Belanda.

Gedung Pertani juga menjadi saksi bisu sistem tanam paksa yang ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Pada waktu itu, warga di Pekalongan “dipaksa” untuk menanam komoditas gula.

Demi kelancaran transaksi pengiriman uang maupun transaksi lainnya, Pemerintah Hindia Belanda waktu itu mendirikan Gedung Pertani sekitar akhir abad ke-19. Setelah beroperasi cukup lama, bank itu akhirnya ditutup menjelang kedatangan Jepang, tepatnya pada 1941.

Kota Tua Jetayu yang menyimpan bangunan heritage yang bernuansa klasik, membuat kawasan Kota Tua Jetayu menjadi lokasi ideal bagi wisatawan untuk mendapatkan foto-foto yang Instagramable. Apalagi para wisatawan juga bisa melakukan napak tilas untuk mempelajari sejarah masing-masing bangunan secara langsung. (sgt/adv/anf)

iklan