JATENGPOS.CO.ID, – Sikap dan tingkah laku berkaitan dengan unggah-ungguh salah satunya tercermin dalam penggunaan bahasa atau dalam bertutur kata. Bahasa menunjukkan bangsa,bahasa merupakan alat komunikasi penting yang menjembatani seseorang dengan orang lainnya.Santun bahasa menunjukkan seseorang dalam berinteraksi secara lisan. Dalam pergaulan kehidupan sosial sekarang ini unggah-ungguh atau sopan santun khususnya antara anak muda kepada yang lebih tua sudah sangat berkurang. Seakan tidak ada batas nilai kepatutan bagaimana yang muda bersikap, bertutur kata, dan bertingkah laku kepada yang lebih tua serta sebaliknya.
Berkaitan dengan hal tersebut perlu ditekankan kembali mengenai penanaman nilai-nilai budaya unggah-ungguh atau sopan santun sejak usia dini. Hal tersebut dilakukan disemua aspek pergaulan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial secara luas. Sekolah sebagai salah satu tempat dimana anak memperoleh pendidikan sikap,pengetahuan, dan keterampilan mempunyai peranan penting dalam usaha pendidikan nilai budaya unggah-ungguhatau sopan santun. Haltersebut dikarenakan salah satu karakteristik dan potensi perkembangan anak pada periode usia SD adalah karakteristik sosial emosional. Di dalam karakteristik tersebut menurut teoriperkembangan psikoseksual Freud (dalam Ayriza,2005), anak usia SD berada pada fase laten. Pada masa ini, dorongan libido sedang dalam keadaan diam, sehingga emosi anak relatif tenang. Hal ini yang membuat anak pada periode usia ini tidak banyak masalah dan mudah untuk dididik. Selain itu, tigkah laku sosial anak timbul dari cara menirukan, belajar model, dan reinforcement dari lingkungannya.
Pada període usia sekolah dasar inilah akan mudah bagi guru untuk mengajarkan dan menanamkan berbagai nilai sopan santun kepada anak didik yang dapat digunakan sebagai modal dasar untuk berinteraksi dan bergaul dengan lingkungan sosialnya. Di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial tersebut, perlu bagi anak untuk mengetahui bagaimana patrap ‘sikap’ atau perilaku dan nilai- nilai kesopanan yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Nilai kesopanan tersebut dapat kita tanamkan dengan memberi tauladan kepada anak didik ketika berinteraksi dan berkomunikasi baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Ketika berkomunikasi dengan anak didik di sekolah,penggunaan Bahasa Jawa ragam krama kita gunakan sebagaisarana pembelajaran untuk menanamkan unggah-ungguh atau sopan santun kepada anak didik. Tak jarang kita mendengar anak didik menyapa, bertanya, dan menjawab pertanyaan guru menggunakan bahasa jawa ragam ngoko. Terkesan kasar dan tidak mencerminkan nilai kesopanan dan unggah-ungguh.
Dengan penggunaan Bahasa Jawa ragam krama inilah sarana pendidikan sopan santun anak didik dapat dikembangkan. Sabdawara (2001) menyatakan bahwa Bahasa Jawa ragam krama dapat digunakan sebagai wahana pembentukan budi pekerti dan sopan santun karena kaya dan lengkap dengan perbendaharaan kata sebagai bahasa yang meliputi: fungsi, aturan atau norma kebahasaan, variasi atau tingkatan bahasa, etika dan nilai- nilai budaya yang tinggi dengan segala peran fungsinya.
Di dalam filosofi hidup masyarakat Jawa, ada ungkapanajining diri dumunung ing lathi. Ungkapan ajining diri dumunung ing lathi, secara bebas dapat diterjemahkan bahwa harga diri dan kehormatan seseorang tergantung padaucapannya, yaitu kesantunan bertutur. Hal tersebut terkait dengan bagaimana bahasa yang harus dipergunakan ketika berbicara kepada orang yang seusia atau orang yang lebih tua serta bahasa yang tidak menyakiti hati lawan bicaranya.
Ketika komunikasi dilakukan menggunakan ragam krama yang terasa adalah suasana saling menghormati, menghargai, dan secara psikologis tercipta kehalusan budi pada masing-masing pelakunya. Tidak terasa bahasa kasar yang memancing emosional, yang ada adalah suasana penuh ketentraman.
Penerapan Bahasa Jawa ragam kramatersebut secara langsung dapat terekam di dalam diri anak, sehingga membentuk karakter siswa yang sopan dan santun dan ketika díhadapkan pada keadaan nyata anak dapat menggunakannya sebagai acuan bertingkah laku. Hal tersebut sangat membantu tugas perkembangannya karena pada masa periode anak sekolah dasar tingkah laku sosial timbul dari cara menirukan, belajar model, dan reinforcement dari lingkungannya.
Misno, M. Pd
Guru SDN 2 Purwasana
Punggelan Banjarnegara