Belajar Saat Pandemi Covid-19, 22 % Anak Alami KDRT

Ilustrasi.

JATENGPOS.CO.ID, SRAGEN – Sekitar 22 persen anak-anak alami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama Pandemi Covid-19. Pasalnya, orang tua dinilai sering emosi saat mendampingi anak dalam proses belajar mengajar secara jejaring (daring).

Untuk itu pembelajaran tatap muka (PTM) mulai dimaksimalkan, meski masih dalam pandemi.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng Muhammad Aulia menjelaskan, munculnya kekerasan pada anak selama bejar secara daring, karena orang tua saat mendampingi anak tidak menguasai pelajaran yang diujikan.

Kemudian orang tua yang sibuk bekerja masih dibebani untuk dampingi anak belajar. Belum lagi orang tua yang tak menguasai teknologi smartphone saat belajar daring.

iklan

“Karena beberapa faktor itu, tak jarang orang tua emosi meluapkan kemarahannya terhadap anak. Sehingga selama pandemi itulah, anak-anak alami kekerasan dalam rumah tangga yag mencapai 22 persen,” tutur Aulia di sela workshop Pendidikan dengan tema pena Guru dalam Mencetak SDM Unggul menuju Indonesia Emas 2045, kemarin.

Baca juga:  Gugus Tugas Prediksi Puncak Pandemi COVID-19 Capai 95 Ribu Kasus Pada Mei

Selain persoalan KDRT, kata Aulia, ada beberapa persoalan lain dalam proses belajar mengajar saat pandemi covid-19. Para siswa tidak bisa berinteraksi di lingkungan sekolah maupun temannya.

Kemudian dengan belajar menggunakan smartphone, tak jarang anak diluar kontrol pengawasan orang tua maupun guru malah membuka situs-situs yang dilarang. Meski saat ini hampir semua anak telah memegang smartphone, tetapi sebanyak 80 persen masih gagap teknologi.

Sehingga mereka tidak bisa memanfaatkan smartphone dalam memasuki dunia digital saat ini. Sehingga untuk menangkap perkembangan dunia digital saat ini, perlunya juga bimbingan teknis terhadap guru dalam menguasai pendidikan dengan teknologi yang berkembang saat ini.

“Guru yang dengan menguasai pendidikan dalam dunia digital, tentunya bisa membawa anak didik tidak sebatas memberikan pelajaran dengan teknologi yang ada, tetapi juga menanamkan pendidikan karakter terhadap anak. Dengan begitu, anak mampu memanfaatkan teknologi digital dengan baik,” papar Aulia.

Baca juga:  LAPAAN RI Sebut Pilkada Sukoharjo Rawan Penyalahgunaan Wewenang dan Anggaran

Wakil ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, sebanyak 11 Sekolah di Kabupaten Sragen yang terdiri dari TK, SD, dan SMP ditunjuk sebagai Sekolah Penggerak program Merdeka Belajar dari Kemendikbud. Dimana sekolah memberikan keleluasaan bagi guru untuk menggunakan kreativitas dalam mengajar guna mencapai pelajaran dalam dunia digital yang bernilai Pancasila.

“Bagaimana cara guru penggerak ini mengajar yang lebih kreatif. Yang membuat anak-anak ini pikirannya merdeka dan tidak akan merasa bosan dengan cara belajar mengajar yang baru dalam menyosong teknologi digital yang berkarakter,” terang politisi PDIP itu.

Menurut Agustina, proses pembelajaran harus mengikuti perkembangan zaman. Dimana ilmu tidak hanya didapatkan dari buku dan kamus, tetapi juga bisa didapat dengan memanfaatkan teknologi.

Baca juga:  Pengayuh Becak Siap Bantu Jaga Kondusifitas , Bersyukur Terima Bantuan Polresta Solo

“Supaya metode belajar itu bisa up to date, tidak melulu itu itu saja yang diajarkan. Tidak dengan pola yang sama. Sekarang ini sudah canggih bagaimana menggunakan handphone. Misalnya bagaimana mengenali daun tidak perlu membuka buku atau kamus, cukup dengan menggunakan kamera, nanti akan diketahui ini daun apa dan nama latinnya,” terangnya.

Sementara Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menjelaskan, saat ini para siswa secara bertahap telah masuk sekolah untuk pembelajaran tatap muka (PTM). Saat ini tercatat ada 74 ribu siswa untuk SMP negeri dan swasta yang belajar diatur sesuai prokes. Begitu juga dengan 34 ribu siswa SMA, SMK telah mengikuti belajar PTM.

“Selain mengikuti PTM, para siswa juga sudah mulai mengikuti vaksin, sehingga diharap secara berkala bisa masuk sekolah secara normal kembali,” tutur Bupati Yuni. (ars)

iklan