Belajar matematika adalah suatu usaha atau aktivitas mental untuk memahami arti hubungan dari konsep-konsep dan struktur matematika. Pada hakekatnya belajar matematika adalah suatu kegiatan psikologis yaitu mempelajari atau mengkaji berbagai hubungan antara objek-objek dan struktur matematika serta berbagai hubungan antara struktur matematika melalui manipulasi simbol-simbol sehingga diperoleh pengetahuan baru.
Berdasarkan observasi dan informasi yang diperoleh di SDN 03 Kesesirejo, bahwa murid terbiasa untuk menyalin tugas maupun pekerjaan rumah (PR) dari temannya sehingga timbul rasa ketergantungan pada teman. Aktivitas dalam mengikuti proses belajar mengajar sebagian besar murid masih mencatat, mendengar dan memperhatikan penjelasan guru. Pembelajaran matematika masih belum sesuai harapan karena rendahnya kemampuan murid dalam memahami pembelajaran matematika. Dari daftar nilai hasil belajar ulangan harian tentang operasi hitung penjumlahan yang diperlihatkan guru kelas, ditemukan nilai rata-rata 58,2 dimana 13 murid yang tidak tuntas dan 3 murid yang tuntas. Nilai ini masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.
Oleh karena itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang lebih sesuai yaitu pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Realistic Mathematics Education (RME) memberikan kesempatan pada murid untuk lebih aktif dalam pembelajaran, dikarenakan pembelajaran yang dilakukan lebih terpusat pada murid. Pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) adalah pembelajaran yang berangkat dari permasalahan dalam kehidupan sehari-hari anak yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak, nyata, terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga mudah baginya untuk mencari kemungkinan selesai dengan menggunakan kemampuan matematis yang telah dimiliki. Dua prinsip penting yang menjadi ciri strategi RME adalah gabungan pembelajaran kontruktivisme dan kontekstual (Armanto, 2004). Menurut Gravemeijer (dalam Daitin Tarigan, 2006), ada lima tahapan yang harus dilalui murid dalam RME yaitu: 1) Tahap Penyelesaian Masalah. Pada tahap penyelesaian masalah, murid diajak menyelesaikan masalah sesuai dengan caranya sendiri. Murid diajak untuk menemukan sendiri dan yang lebih penting jika murid menemukan pendapat/ ide yang ditemukan sendiri. 2) Tahap Penalaran. Pada tahap penalaran murid dilatih untuk bernalar dalam setiap mengerjakan soal yang dikerjakan. Murid diberikan kebebasan untuk mempertanggungjawabkan metode/cara yang ditemukan sendiri dengan mengerjakan setiap soal. 3) Tahap Komunikasi. Pada tahap komunikasi murid diharapkan dapat mengkomunikasikan jawaban yang dipilih pada temannya. Murid juga berhak menyanggah/ menolak jawaban milik temannya yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri. 4) Tahap Kepercayaan Diri. Pada tahap kepercayaan diri murid diharapkan mampu melatih kepercayaan diri dengan mau menyampaikan jawaban soal yang diperoleh kepada temannya dan berani maju ke depan kelas. Seandainya jawaban tersebut berbeda dengan temannya, murid diharapkan mampu menyampaikan dengan penuh tanggung jawab baik secara lisan maupun tulisan. 5) Tahap Representasi. Pada tahap representasi murid memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk representasi yang diinginkan (benda konkret, gambar atau lambang-lambang matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dihadapi. Murid membangun penalarannya dan kepercayaan dirinya melalui bentuk representasi yang dipilihnya.
Berdasarkan observasi setelah penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan kemampuan melakukan operasi hitung penjumlahan pecahan pada murid kelas V SDN 03 Kesesirejo. Hal ini diindikasikan dari persentase ketuntasan klasikal murid dari 16,2% dengan nilai rata-rata kelas 58,2 meningkat menjadi 81,1% dengan nilai rata-rata kelas 80,2. Aktivitas belajar murid kelas V SDN 03 Kesesirejo juga mengalami peningkatan dari 62% menjadi 76%.
Kumaedi, S.Pd.SD
Guru Kelas V SDN 03 Kesesirejo Kec. Bodeh Kab. Pemalang