Anak tunarungu ( ATR ) merupakan anak yang mengalami hambatan pada pendengaran, sehingga mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama pada indera pendengarannya. Pendidikan bagi anak tunarungu merupakan upaya untuk mengembangkan potensi anak. Bagi anak tunarungu usia awal pendidikan dasar, mereka sedang dalam tahap belajar untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Keterbatasan anak tunarungu dalam memahami ucapan orang lain saat berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh hambatan pendengaran yang dimiliki.
Melihat pengamatan sehari-hari di SLB N Kaliwungu Kudus kelas D. IV/B tunarungu pada semester 1/2 tahun pelajaran 2018/2019 terdapat tujuh siswa tunarungu, mereka memiliki kemampuan bahasa lisan yang sedikit dan lebih dominan memakai bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Dari ketujuh siswa tersebut belum bisa membaca kata dengan benar bahkan tidak tahu maksud dari kata-kata tersebut. Anak hanya mampu menangkap pembicaraan orang lain atau lawan bicara melalui gerak bibirnya. Kesulitan dalam penguasaan bahasa juga terlihat ketika anak diajak berkomunikasi. Sisa pendengaran anak perlu dilatih agar terbiasa mengenal bunyi, kata-kata atau bahasa.
Untuk melatih kemampuan mendengar dan berbicara pada anak tunarungu, diperlukan latihan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) secara intensif dan dilakukan sejak dini. Bina komunikasi, persepsi, bunyi dan irama (BKPBI) adalah salah satu program khusus yang diberikan pada anak tunarungu. Bina komunikasi, persepsi, bunyi dan irama bukan hanya sekedar latihan berbicara dan mendengar. BKPBI adalah suatu pembinaan atau latihan dalam memahami bunyi yang dilakukan secara spontan atau terprogram sehingga sisa-sisa pendengaran dan perasaan vibrasi (getaran) yang dimiliki anak tunarungu dapat dimaksimalkan sebaik-baiknya untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Pembelajaran BKPBI yang dilakukan di sekolah merupakan kegiatan yang sistematis, teratur dan berkelanjutan dengan cara melatih anak mulai dari tahap deteksi bunyi (mengetahui ada tidaknya bunyi), tahap diskriminasi bunyi (membedakan sifat-sifat bunyi), tahap identifikasi bunyi (mengenal bunyi dari berbagai sumber bunyi) dan tahap komprehensi bunyi (memahami bunyi sebagai isyarat atau tanda ).
Penyadaran tentang adanya bunyi perlu diberikan sedini mungkin pada anak. Oleh sebab itu latihan BKPBI harus diberikan sedini mungkin agar anak terbiasa mengenal adanya suatu bunyi sehingga kemampuan berbahasa anak dapat dimaksimalkan. Serta anak memiliki kemampuan melisankan bahasa (berbicara) dengan artikulasi yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain siapa pun itu. Adapun tujuan latihan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama ( BKPBI ) secara umum adalah untuk membantu anak tunarungu untuk mendengar atau memanfaatkan sisa pendengarannya, agar anak dapat terhindar dari cara hidup yang tergantung pada daya pengihatan saja, sehingga cara hidupnya mendekati anak normal. Selain itu anak tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat.
Dalam hal kemampuan bicara, BKPBI dapat membantu agar anak dapat membentuk sikap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih jelas. Tujuan khusus BKPBI seperti dikemukakan A. Boskosumitro (1987) dalam Edja Sadjaah (1995:207) berdasarkan terjemahan mengenai metode-metode suara A. Van Uden antara lain : Guna memperkaya kehidupan emosi anak tunarungu agar menjadi lebih kaya dan berwarna karena dapat menghayati irama, tekanan dan tempo, memperhalus dan mengendalikan motorik mereka, sehingga gerak tubuh dan suarapun semakin terkendali dan meningkatkan keterampilan wicara serta membaca ujaran. Tujuan program BKPBI menurut Kurikulum 2013 antara lain:
Tunarungu terhindar dari cara hidup yang semata-mata tergantung pada daya penglihatan saja, kehidupan emosi lebih seimbang , motorik peserta didik tunarungu berkembang lebih sempurna karena adanya hubungan timbal balik antara gerak (motorik) dengan pendengaran (sensorik), meningkatkan keterampilan wicara dan membaca ujaran. Dengan PKPBI peserta didik dilatih untuk mendengar suara/wicara sendiri maupun suara orang lain sehingga peserta didik mampu mengontrol wicaranya sendiri, serta peserta didik tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat yang mendengar sehingga lebih meningkatkan rasa percaya diri.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran BKPBI adalah menyadarkan anak tunarungu tentang adanya bunyi disekitarnya dan memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki sehingga kemampuan mendengar dan berbahasa anak tunarungu dapat dimaksimalkan. Selain itu diharapkan anak tunarungu dapat lebih bersosialisai dengan masyarakat luas. Mengingat begitu pentingnya latihan BKPBI ( Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama ) bagi siswa tunarungu, maka kita sebagai guru khususnya SLB Tunarungu dirasa wajib melaksanakan layanan program khusus ( progsus) secara intensif, sistematis, terprogram dan berkesinambungan agar tercapai tujuan pendidikan khususnya bagi penyandang tunarungu wicara. Semoga dengan penuh rasa tanggung jawab dan keikhlasan hati para guru SLB khususnya siswa tunarungu, atas ridhoNya program latihan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama dapat berjalan lancar amin.*
Mujiyati, S.Pd
SLB Negeri Kaliwungu Kudus