Cantrang Diperbolehkan, Usaha Fillet Kembali Menggeliat

Buruh fillet ikan di Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba tengah memotong ikan untuk diambil dagingnya. FOTO:EKO FIDIYANTO/JPNN

JATENGPOS.CO.ID. BREBES- Pasca ditundanya larangan penggunaan alat tangkap cantrang, perekonomian di Kampung Nelayan di Brebes kembali menggeliat. Salah satunya sejumlah usaha fillet yang sempat gulung tikar karena lebih dari 3 bulan nelayan tak diperbolehkan melaut.

Usaha fillet ikan di Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes mulai mengeliat lagi setelah beberapa di antaranya sempat terpuruk karena kelangkaan ikan yang disebabkan oleh dilarangnya penggunaan alat tangkap cantrang. Dari pelarangan itu, ribuan nelayan di desa ini menganggur, sehingga berdampak pada usaha fillet.

Ditemui di sekitar Pasar Kluwut, pemilik usaha fillet, Sodikin, 46, mengatakan, saat ini usahanya sudah kembali berjalan lancar setelah beberapa bulan lalu sempat gulung tikar karena kelangkaan ikan.  Semenjak dilarangnya cantrang pada tahun lalu, sejumlah usaha fillet di Desa Kluwut sempat gulung tikar.

Baca juga:  Tax Gathering Perkuat Sinergi Wajib Pajak KPP Pratama Pati

“Sekarang bahan baku sudah mudah didapatkan karena para nelayan sudah diperbolehkan melaut lagi. Waktu itu memang sempat tutup karena pelarangan alat tangkap itu (cantrang),” katanya, Selasa (13/3).

iklan

Sodikin menuturkan, usaha yang sudah ditekuninya beberapa tahun silam ini menjadi penopang ekonomi keluarga. Selain itu, dengan usaha ini, dirinya bisa membuka lapangan kerja bagi warga sekitar untuk membantu proses pemotongan ikan hingga yang diambil hanya dagingnya yang kemudian dikirim ke luar kota.

“Banyak yang terdampak kalau cantrang dilarang. Imbasnya bisa ke beberapa usaha, seperti usaha fillet, toko sembako, dan toko penjualan alat alat nelayan. Kami juga terdampak, karena mayoritas yang membantu kami itu perempuan terutama ibu ibu,” tuturnya.

Baca juga:  PLN Sambung Listrik Gratis 1.000 Warga Miskin

Ia berharap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak lagi melarang para nelayan untuk melaut. Pasalnya, perekonomian Desa Kluwut ditopang oleh para nelayan. Mayoritas warga di desa ini bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga jika alat tangkap cantrang kembali dilarang, maka nelayan akan kembali menganggur.

“Kalau bisa jangan ada pelarangan alat tangkap cantrang lagi, karena dampaknya memang sangat luar biasa. Desa Kluwut akan kembali terpuruk perekonomiannya,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Brebes, Trisno Warsumdemah mengatakan, sektor perikanan memang menjadi penopang perekonomian di di kampung nelayan ini. Dari pelarangan alat tangkap cantrang ini berdampak pada putusnya mata rantai perekonomian yang bersumber dari laut. Menurutnya, tak sedikit usaha usaha yang terdampak oleh peraturan KKP ini.

Baca juga:  KAI Daop 4 Semarang Bagikan Ribuan Cup Kopi Gratis

“Salah satu usaha yang terdampak memang usaha fillet ini. Dampak peraturan KKP itu juga memang sangat luar biasa. Kita bisa lihat bagaimana nelayan di desa ini menganggur,” katanya.

Beberapa bulan lalu, kata Trisno, sekitar 8 ribu nelayan di desa ini menganggur akibat peraturan KKP Nomor 2 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa alat tangkap cantrang dilarang beroperasi karena dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat merusak ekosistem biota laut. Namun saat ini nelayan sudah boleh melaut dengan catatan, para pemilik kapal melakukan verifikasi ukuran kapal.

“Karena sudah diperbolehkan, maka para pemilik kapal juga harus taat aturan. Karena bagaimanapun, produk peraturan dari pemerintah itu demi kebaikan bersama,” tandasnya. (fid/ism/jpnn/muz)

iklan