Empat kompetensi yang akan dicapai pada Kurikulum 2013 mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kompetensi keterampilan meliputi aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu terkait satu sama lain.
Kompetensi dasar keterampilan menulis terlihat lebih dominan dibandingkan ketiga aspek yang lain. Dalam pembelajaran, keterampilan menulis dilakukan sebagai aspek terakhir, walaupun tetap berkaitan dengan aspek yang lain. Pemahaman siswa terhadap materi, struktur, dan kaidah digunakan sebagai bahan tulisan. Bagi yang terbiasa menulis kegiatan ini sangat menyenangkan. Namun, bagi yang tidak terbiasa, menulis akan menjadi momok, beban, menyulitkan, dan membosankan. Akibatnya siswa apatis dalam pembelajaran. Kondisi semacam itu banyak dialami siswa. Tak terkecuali siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purworejo. Pada keterampilan menulis, khususnya menulis naskah drama, penuangan ide benar-benar menjadi kendala.
Hal itu dapat dilihat selama proses pembelajaran. Banyak siswa yang pasif, malas mengemukakan pendapat, hanya berbisik-bisik dengan teman sebangku, dan enggan bertanya atas kesulitan yang dihadapinya. Selain itu, perolehan nilai mereka juga belum memuaskan. Sebagian dari mereka bahkan tidak mencapai KBM (ketuntasan belajar minimal).
Kekurangantusiasan siswa disebabkan mereka belum mampu menuangkan ide kreatifnya. Kemampuannya belum terangsang sehingga apa yang dihasilkan belum maksimal. Pembelajaran dengan ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas saja belum cukup untuk menggali keterampilan menulis siswa. Dibutuhkan adanya inovasi dari guru untuk menggali kemampuan mereka. Salah satunya dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Alternatif yang dapat dipilih salah satunya berupa cerpen.
Dengan media cerpen, aktivitas pertama yang dilakukan siswa dengan terlebih dahulu membaca cerpen itu. Kemudian siswa menemukan gagasan cerita, penokohan, alur, setting, maupun isi ceritanya. Dari penemuan itulah siswa mengembangkan aktivitasnya untuk mengubah cerpen menjadi naskah drama. Agar siswa merasa tertarik perlu disediakan cerpen yang sesuai dengan kondisi mereka. Baik isi cerita, tokoh, maupun latar sebaiknya cocok dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Unsur-unsur cerpen yang dibaca mereka pilah. Mana yang akan dijadikan prolog, dialog, kramagung, maupun epilog. Semua ditata dalam bentuk kerangka pada tahap perencanaan. Untuk mempermudah pengembangannya, kerangka dibuat untuk setiap adegan. Sampai pada tahap ini, terlihat adanya peningkatan aktivitas siswa. Aktivitas yang dimaksud meliputi membaca, mencatat unsur-unsur yang akan diubah menjadi drama, dan menyusun kerangka. Agar ada interaksi dan kerja sama aktivitas dilakukan secara berkelompok.
Selanjutnya, rencana yang sudah matang itu dikembangkan pada tahap penulisan nasakah sebagai tahap pelaksanaan. Untuk mengetahui keterampilan menulis setiap siswa, pengembangan kerangka menjadi naskah drama lengkap sebaiknya dilakukan secara individu. Setelah naskah jadi, tahap terakhir dilakukan penyuntingan dan revisi. Tahap penyuntingan dapat dilakukan dengan saling menukarkan naskah drama antarteman sebangku. Pada tahap ini akan sangat terlihat peningkatan aktivitas siswa.
Penyuntingan dilakukan berdasarkan stuktur dan kaidah penulisan naskah drama. Teori tentang drama, unsur-unsur drama, struktur, dan kaidah penulisan naskah drama tentunya sudah dikuasai siswa sebelum praktik menulis drama. Langkah terakhir yang dilakukan sebagai langkah penyelesaian, siswa merevisi naskah berdasar hasil suntingan. Selama melaksanakan tahapan-tahapan itu, peran guru untuk menjaga motivasi dan aktivitas siswa tidak boleh surut.
Dari langkah-langkah yang dilaksanakan selama pembelajaran ternyata media cerpen benar-benar dapat meningkatkan aktivitas siswa. Keterampilan mereka dalam menulis naskah drama pun meningkat.
Drs. Sukiyan
Guru SMP Negeri 1 Purworejo