Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No. 19 Tahun 2005). Salah satu perwujudannya melalui pendidikan bermutu pada satuan pendidikan di Indonesia. Sekolah Dasar(SD) merupakan pondasi yang sangat bermanfaat dalam memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai jenjang sekolah dasar harus pula memperkuat pondasi itu. Pembelajaran matematika tidak pernah terlepas dengan operasi hitung baik operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian maupun pembagian. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan.
. Berdasarkan uraian di atas ternyata ada permasalahan yaitu rendahnya kualitas pemahaman konsep-konsep pada bilangan pecahan terutama pada operasi hitung. Kesulitan belajar matematika Kesulitan belajar dalam mata pelajaran matematika memiliki corak dan karakteristik tersendiri apabila dibandingkan dengan kesulitan belajar dalam mata pelajaran yang lain.
Menurut Wood (2007 : 68) bahwa beberapa karakteristik kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah : (1) kesulitan membedakan angka, simbol-simbol, serta bangun ruang, (2) tidak sanggup mengingat dalil-dalil matematika, (3) menulis angka tidak terbaca atau dalam ukuran kecil, (4) tidak memahami simbol-simbol matematika, (5) lemahnya kemampuan berpikir abstrak, (6) lemahnya kemampuan metakognisi (lemahnya kemampuan mengidentifikasi serta memanfaatkan algoritma dalam memecahkan soal-soal matematika). Sedangkan menurut Radatz kesalahan yang sering dilakukan siswa adalah kesalahan dalam penggunaan bahasa matematika dengan bahasa sehari-hari, kemampuan dalam keruangan, kemampuan dalam penguasaan prasyarat, kesalahan dalam penguasaan teori, dan kesalahan dalam penerapan aturan yang relevan (Hendrik Radatz, 1979:163).
Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mempermudah siswa memahami materi pecahan adalah dengan menerapkan metode drill soal di mana dengan siswa mendapat drill soal tentang pecahan akan memperlancar memahami meteri pecahan ini.
Menurut Roestiyah (2001), metode latihan adalah suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari. Menurut Sagala (2003) Metode latihan (drill) atau metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, selain itu sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Metode latihan biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa : 1.Memiliki keterampilan motoris/gerak: seperti menghafalkan kata-kata, menulis, mempergunakan alat/ mempergunakan suatu benda, 2.Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitungang mencongak. Mengenal benda/bentuk dalam pelajaran matematika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca dan sebagainya, 3. Memiliki kemampuan menghubungkan sesuatu keadaan dengan hal lain, seperti hubungan sebab akibat banyak hujan banjir, penggunaan lambang/simbol di dalam peta dan lain-lain (Roestiyah, 2001).
Keunggulan metode latihan ini adalah 1. Membiasakan siswa bekerjasama menurut paham demokrasi, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan bertanggung jawab. 2. Kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitip yang sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar yang sungguh-sungguh. 3. Guru tidak perlu mengawasi masing-masing murid secara individual cukup dengan memperhatikan kelompok saja atau ketua-ketua kelompoknya. 4. Melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan membiasakan anggota-anggotanya untuk melaksanakan tugas kewajiban sebagai warga yang patuh pada aturan.
Sebagus apapun sebuah metode pembelajaran pasti memiliki kelemahan sedang kelemahan metode latihan ini adalah: 1. Sulit untuk membuat kelompok yang homogen, baik intelegensi, bakat dan minat atau daerah tempat tinggal. 2. Murid-murid yang oleh guru telah dianggap homogen, sering tidak merasa cocok dengan anggota kelompoknya itu. 3. Pengetahuan guru tentang pengelompokkan itu kadang-kadang masih belum mencukupi.
TRI LESTARI, S.Pd.SD
Kepala SDN 02 Gutomo, Kec.Karanganyar, Kab.Pekalongan