Dalam salah satu program kerjanya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sedang berupaya meningkatkan lulusan pendidikan dan pelatihan vokasi yang memiliki sertipikat kompetensi. Untuk meningkatkan kwalitas, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan terus bekerja sama dengan pihak industri dan swasta agar dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja, cerdas, dan kompetitif.
Menurut pengalaman dan pengamatan penulis di lapangan, banyak berkembang dan munculnya teori pembelajaran baru merupakan bukti bahwa sistem pembelajaran yang selama ini dipakai, menunjukkan masih banyak kelemahan dan kekurangan pengajaran konvensional.
Saling terkaitnya materi pembelajaran satu dengan yang lain, menunjukkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu sistem. Oleh karena itu sangat penting mengerti keterkaitan antar materi pembelajaran yang dipakai. Untuk itu penulis menyarankan penggunaan metode/ pendekatan mengajar yang melibatkan banyak komponen pembelajaran yang produktif, yakni pendekatan contextual teaching and learning ( CTL).
Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni:
Kesatu Konstruktivisme (Constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) dari pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tiba-tiba.
Kedua Menemukan (Inquiri) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran yang berbasis CTL. Ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tapi dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang menunjuk pada penemuan.
Ketiga Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
keempat Masyarakat Belajar (Learning Community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar (learning community). Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya temannya yang lambat.
Kelima Pemodelan (Modeling) adalah jika dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, pasti ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu. Misalnya guru memberi contoh mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.
Keenam Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Ketujuh Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.
Demikian pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) diuraikan, kiranya dapat menjadi alternatif pemecahan masalah pendidikan khususnya untuk mata pelajaran matematika. Semoga bermanfaat.
Sigit Ari Witjaksana, S.Pd., M.Pd
Guru SMK Kristen 2 Surakarta/ Pelatih Olimpiade Matematika di kota Surakarta