Ganjar : Kuncinya di Para Kiai

Tangani COVID-19 di Ponpes

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai perlu ada protokol khusus dalam menangani virus Corona atau COVID-19 di pondok pesantren (ponpes). Kerja sama antara pemerintah, pengelola, dan kiai menurut Ganjar menjadi kuncinya.

Hal itu diungkapkan Ganjar di rumah dinasnya usai Vidcon Rakor Penanganan COVID-19 di Pesantren dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

“Kuncinya ada di para kiai, nyai, sesepuh. Kemudian peran Kemenag menjadi penting, ulama bisa bertemu untuk sama-sama buat aturan protokol di pesantren,” kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/9).

Menurutnya, perlu ada kader yang membantu menambah literasi soal seluk-beluk COVID-19 termasuk soal pencegahannya di lingkungan pondok pesantren. Kader tersebut didampingi oleh Dinas Kesehatan setempat. Bahkan, organisasi seperti RMI hingga Asosiasi Para Gus (Asparagus) juga bisa mendampingi.

iklan

“Terus kemudian protokolnya dibuat. Nah setelah itu nanti akan kita ketahui kekurangannya apa, pasti sarpras. Nah seperti ini bagaimana? Ya mari pemerintah membantu. Maka butuh kerja sama, antara pengelola ponpes dengan pemerintah,” jelas Ganjar.

Baca juga:  445.000 Penduduk di Jateng Belum Rekam e-KTP

“Ini penting, karena kalau enggak ini akan menjadi keresahan maka kita mesti jaga perasaan dan kepada para ulama-ulama memang penting untuk kita bicara,” sambungnya.

Ganjar menjelaskan, sebenarnya sudah ada gerakan Jogo Santri yang digencarkan Wagub Jateng, Taj Yasin. Gerakan itu sudah jalan meski belum bisa merata.

“Di Jateng sudah mulai namanya Jogo Santri, Jogo Kiai, Pak Wagub Gus Yasin sudah jalan meskipun belum semua,” katanya.

Sementara itu angka kasus positif virus Corona atau COVID-19 di Kabupaten Banyumas, Jateng, terus meningkat setelah munculnya klaster pondok pesantren (ponpes). Saat ini setidaknya sudah terdapat 328 orang terkonfimasi positif COVID-19.

“Kasus data pondok pesantren ini totalnya sampel yang dilakukan pemeriksaan sebanyak 631 sampel, positifnya total 328 kasus. Ini keluar di tiga tempat pemeriksaan. Karena tidak bisa seketika itu langsung, ada di (Rumah Sakit) Margono, Yogyakarta dan Semarang, sehingga keluarnya hasil laboratorium tidak bersamaan,” kata Sekda Kabupaten Banyumas Wahyu Budi Saptono kepada wartawan di Pendopo Sipanji, Kamis (1/10).

Baca juga:  MUI:Penolakan Ustaz Somad di Bali Bisa Memicu Masalah

Dijelaskan, jumlah 328 tersebut adalah tracing dari tiga santri yang terlebih dahulu terpapar Corona. “Tanggal 24 September 2020 itu keluar hasilnya, ada positif 126 dan dilakukan tindakan, seluruh santri dilakukan screening. Untuk tanggal 26 September 2020 keluar ada 63 positif dan untuk tanggal 30 September 2020 ada 136 positif,” paparnya.

Saat ini para santri yang merasakan keluhan kesehatan dirawat di RSUD Banyumas dan RS Siaga Medika. Sedangkan yang tidak ada keluhan atau orang tanpa gejala (OTG) dibawa ke rumah karantina di Baturraden.

“Semalam kita putuskan, kita lakukan di karantina di Baturraden. Karena dari pihak pondok menginginkan itu, kondisinya kalau nunggu persiapan di ponpes agak lama sehingga tadi malam isolasi di Baturraden sebanyak 80 santri putri. Semuanya berjalan dengan baik,” jelasnya.

Baca juga:  Ganjar Dampingi Wapres Resmikan Enam PLUT KUMKM: Jadi Akselerator Koperasi dan UMKM

“Sisanya 47 sekarang sudah proses dilakukan Baturraden di Wisma Wijayakusuma. Masih ada 31 (santri), kita menunggu hasil swab yang belum keluar. Kita masih menunggu, mudah mudahan negatif semuanya,” lanjutnya.

Juru bicara Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Banyumas, Enjang Burhanuddin, menambahkan pihaknya sudah membentuk tim satgas COVID-19 di pesantren masing-masing.

Diungkapkannya, kondisi kesehatan para santri yang dikarantina saat ini dalam kondisi sehat. Sehingga dia meminta para wali santri dan masyarakat tidak resah.

“Kenapa mereka diisolasi, ini agar mereka tidak menyebarkan virus ini ke komorbid yang bisa saja pengasuh atau keluarganya yang ada di rumah (keluarga pengasuh pesantren),” tuturnya.(dtc/udi)

iklan