JATENGPOS.CO.ID, Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Iqra yang artinya bacalah. Selayaknya kita sebagai manusia yang merupakan umat Nabi harus selalu membaca untuk memperoleh pengetahuan. Dengan membaca, pengetahuan dan wawasan kita akan bertambah.
Guru di sekolah dituntut untuk mampu mengajarkan kemampuan membaca pada diri siswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada awal tahun ajaran 2015/2016 mengeluarkan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu poinnya adalah mewajibkan para siswa untuk membaca buku nonpelajaran selama lebih kurang 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
Gerakan membaca buku nonpelajaran yang diluncurkan oleh pemerintah ini sering disebut Gerakan Literasi Sekolah. Tujuan umum dari gerakan literasi adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan tujuan khusus dari gerakan literasi adalah: (1) menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah; (2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; (3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; (4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Jika menginginkan siswanya hebat, maka jadilah guru yang hebat. Dengan kata lain, jika menginginkan siswanya memiliki tradisi literasi, maka gurunya harus terlebih dulu memiliki budaya literasi. Dengan kemampuan literasi guru yang baik, maka seorang guru akan memiliki energi dalam mendorong, mengarahkan, membimbing dan memotivasi kepada siswanya agar terbiasa membaca, menulis dan meneliti.
Guru harus senantiasa membantu dan mendorong siswa untuk gemar membaca. Guru tidak boleh jika ada hambatan dalam mempraktikan gerakan literasi sekolah. Menurut Glenn Doman, membaca adalah jantungnya pendidikan. Bagaimana mungkin pendidikan tanpa membaca? Tanpa membaca pendidikan kita akan mati secara konyol. Membaca merupakan batu loncatan bagi keberhasilan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Tanpa kemampuan membaca yang layak, keberhasilan di sekolah lanjutan dan di perguruan tinggi adalah kehampaan.
Pengembangan literasi siswa harus dilakukan secara terpadu antara kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan menyimak bisa dilakukan dengan memperhatikan buku-buku yang dipilihnya, kemudian mengungkapkan atau menceritakan dari apa yang telah dilihatnya. Siswa diintensifkan untuk membaca baik dengan suara nyaring maupun membaca dalam hati serta mengingat apa yang telah dibacanya. Setelah itu siswa diajak untuk menuangkan kembali menjadi sebuah cerita berdasarkan kemampuannya.
Sekolah harus bisa menggunakan strategi dalam menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah diantaranya adalah pertama mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Siswa akan merasa bangga jika hasil karya mereka dihargai oleh sekolah. Secara rutin karya siswa diganti untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa. Selain itu, siswa dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di sudut baca di semua kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Kedua mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik.
Literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Hal ini bisa direalisasikan dalam berbagai bentuk misalnya lomba membuat puisi, lomba membuat poster, lomba mendongeng, lomba membuat majalah dinding, dan sebagainya. Kepala sekolah berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Orang tua berperan sebagai relawan gerakan literasi sehingga memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
Sekolah memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang literasi .
Jika strategi ini mampu dilaksanakan, maka akan terciptalah masyarakat yang literat. Masyarakat literat yang kuat akan mampu menciptakan generasi bangsa yang unggul dalam persaingan dunia.
Dwi Purwanti
SDN Pohkumbang Karanganyar Kebumen