JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng berhasil mengungkap kasus peredaran penjualan ilegal (black market) handphone di wilayah Semarang dan Demak.
Dari hasil pengungkapan kasus tersebut, petugas telah menangkap dua tersangka berinisial MI dan IMB berikut menyita barang bukti (Bb) sebanyak 173 unit handphone dengan total nilai Rp. 259 juta.
Dirreskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari petugas yang menemukan adanya konter handphone di Demak yang tidak memenuhi standar persayaratan teknis.
Mereka tidak menempelkan label SDPPI (Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika) dari Kemenkominfo RI pada perangkat handphone sebanyak 36 (tiga puluh enam) unit.
“Kami lakukan penyelidikan dan petugas kemudian menemukan alat-alat yang digunakan tersangka untuk melakukan repacking atau pengemasan Handphone return yang dikembalikan oleh konsumen,” jelasnya, di Lobi Kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Banyumanik, Kamis (20/7)
Selain itu, dari hasil pengembangan penyidik mendapatkan informasi bahwa ada konter lain di wilayah Semarang, juga menjual Handphone yang tidak terdapat label SDPPI pada perangkat dan penjual juga tidak bisa menunjukkan sertifikat SDPPI,
“Kemudian petugas melakukan penyelidikan lebih lanjut dan benar di temukan 137 Handphone yang dijual oleh toko HS di Semarang milik tersangka IMB. Perangkat handphone itu, diduga kuat tidak memenuhi standar persyaratan teknis dengan tidak menempelkan label SDPPI,” imbuh Kombel Pol Dwi.
Dari keterangan tersangka, modus operandi yang dilakukan selama enam bulan ini para tersangka membeli handphone dari berbagai merek dan type dari online. Lalu, mereka menjual handphone tersebut secara offline maupun online dengan harga sangat murah.
“Dua pelaku menjual dan menawarkan garansi selama satu bulan terkait dengan perangkat apabila lewat 1 bulan maka garansi tidak berlaku. Untuk mengelabui konsumen, Handphone baru yang dijual tersangka adalah Handphone keluaran lama yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrik Handphone,” terangnya.
Di tambahkan handphone tersebut dibeli dari harga Rp. 300 ribu dan dijual Rp. 1 hingga 1,5 juta. Dari penjualan tersebut, para pelaku mendapat total keuntungan tak kurang Rp. 20 juta per bulan.
“Kesimpulannya, praktik penjualan ilegal ini memberikan potensi kerugian negara pajak yang tidak dibayar mencapai Rp. 2,2 miliar. Untuk itu, kami juga berkoordinasi dengan Dirjen Pajak mengenai kasus ini,” tukasnya.
Ditreskrimsus Polda Jateng, mengimbau kepada masyarakat untuk berhati – hati membeli HP, agar memperhatikan kelengkapan dan keaslian dari perangkat serta tidak terkecoh dengan harga murah.
“Teliti sebelum membeli apakah Handphone yang akan dibelu sudah dilakukan sertifikasi dan dapat dilihat dalam Kardus perangkat Handphone yang sudah tertempel label SDPPI agar tidak berdampak pada kesehatan masyarakat apabila memakai handhone ilegal itu,” tutup Kombes Pol Dwi Subagyo.
Dari kasus tersebut, para tersangka dijerat Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 52 jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi sebagaimana diubah dalam Pasal 71 angka 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan ancaman hukuman maksimal penjara 5 tahun dan atau denda Rp. 2 Miliar. (ucl)