JATENGPOS.CO.ID, PEKALONGAN – Peningkatan peran perempuan dalam kehidupan politik terus mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Wakil Ketua DPRD Jateng, H. Sukirman.
Saat ditemui belum lama ini di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan, Sukirman mendukung penuh peningkatan partisipasi perempuan dalam pesta demokrasi yang sebentar lagi dilaksanakan.
DPRD Jateng memberi kesempatan seluas-luasnya untuk kaum perempuan agar terjun ke dunia politik, termasuk menjadi anggota parlemen. Demikian disampaikan Sukirman saat menggelar kegiatan bersama muslimat Kabupaten Pekalongan.
Menurutnya, rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu menanggapi masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.
“Saat ini partisipasi perempuan Indonesia masih di bawah 30 persen. Pentingnya peningkatan partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan substansial. Selain itu, menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik,” ujar Sukirman
Sukirman dengan tegas menyatakan upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam parlemen melalui Rancangan Peraturan Presiden tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan.
“Upaya dan komitmen kuat dari pemerintah dalam terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender dengan terus mendorong tercapainya kuota 30 persen keterlibatan perempuan di parlemen, serta mengikis ketimpangan gender dalam politik,” jelasnya.
Selain itu, Rancangan Perpres Grand Design tersebut bertujuan agar dapat meningkatkan keterwakilan perempuan dalam partisipasi politiknya. Kemudian, peningkatan kualitas perempuan untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan politik di parlemen berguna agar mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender.
Sementara itu, Ketua Muslimat NU Kabupaten Pekalongan, Hj. Sumarwati menambahkan Rancangan Perpres Grand Design tersebut menjadi kabar baik bagi para perempuan yang ingin berpartisipasi dalam dunia politik.
“Dengan adanya pembentukan dari Rancangan Perpres Grand Design Keterwakilan Perempuan pada dunia politik di Indonesia dapat menjadi angin segar bagi seluruh perempuan yang ingin ikut berpartisipasi secara langsung mewakili aspirasi dari kaum perempuan,” pungkasnya.
Seperti diketahui peran perempuan dalam politik pasca-reformasi politik tahun 1998 telah menghadirkan perubahan signifikan. Kebijakan afirmasi, termasuk kuota minimal 30 persen bagi perempuan dalam kepengurusan partai politik, lembaga penyelenggara pemilu, dan pencalonan anggota legislatif, telah diimplementasikan di Indonesia.
Namun, target keterwakilan perempuan dalam lembaga politik masih belum tercapai sepenuhnya. Pada Pemilu 2019, keterwakilan politik perempuan baru mencapai 20,52% di DPR-RI. Setelah 25 tahun reformasi, terjadi kemunduran dalam kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan, seperti penghapusan syarat kuota dalam kepengurusan partai politik dan tahapan seleksi KPU.
Terbaru, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Pasal 8 Ayat 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dianggap sebagai kemunduran demokrasi karena membuka peluang berkurangnya pemenuhan 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota DPR dan DPRD seperti diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menyikapi situasi itu, sejumlah ulama perempuan yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengeluarkan lima maklumat politik ulama perempuan. Salah satu poin yakni menyerukan keterwakilan perempuan di politik.
Bahwa perempuan sebagai warga negara yang mencakup separuh penduduk Indonesia merupakan subjek penuh dalam membangun kehidupan bangsa dan negara. Perempuan selalu hadir pada saat-saat genting untuk ikut menjaga dan merawat tanah air, warga dan anak bangsa.
Oleh karena itu, perspektif, kepentingan, kemaslahatan, dan keterwakilan perempuan merupakan keniscayaan yang tidak dapat diabaikan dalam seluruh aspek penyelenggaraan pemilu, agar bermartabat dan berintegritas, sehingga dapat mewujudkan peradaban yang berkeadilan.’
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah mengungkapkan kuota 30 persen keterwakilan perempuan belum terpenuhi dengan baik di berbagai level. Hal ini menjadi satu dari sembilan isu krusial yang penting disampaikan kepada pemimpin bangsa ke depan.
“Siapa pun yang nanti terpilih kita serukan tentang advokasi isu kepemimpinan perempuan. Pasalnya ada PR bersama terkait isu perempuan mulai dari isu ruang budaya dan penghapusan kekerasan seksual pada perempuan, perempuan dan persoalan kelembagaan, hingga perempuan yang berkonflik dengan hukum,” bebernya. (sgt/anf/adv)