SEMARANG – Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyebut, ada sebanyak 19% tanah dari total 2,2 juta hektar luasan yang belum terpetakan dan sertifikasi di Jawa Tengah (Jateng). Artinya tanah yang belum terpetakan atau tak bertuan tersebut berpotensi rawan konflik ke depannya.
“Ada 450 ribu hektar yang masih belum terpetakan. Ini lokasinya saya yakin ada di pinggiran, lereng gunung,” kata Nusron saat rapat membahas Solusi pertanahan dan reformasi agraria bersama Gubernur Jateng Ahmad Luthfi, dan 35 kepala daerah, di Kompleks Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, Kamis 17 April 2025.
Pihaknya mengajak pemerintah provinsi dan pemerintah daerah berkolaborasi sesuai tupoksinya agar tanah di Jateng belum terpetakan bisa memiliki sertifikasi. Untuk itu pihaknya membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dengan Ahmad Luthfi dan para kepala daerah.
Dia juga mengatakan, masih ada 348 ribu hektar tanah yang masuk kategori KW 4, 5, 6, atau Letter C. Artinya butuh surat keterangan yang lebih valid.
“Apa kabarnya? Di mana itu? Ada sertifikatnya, tapi tidak ada peta kadastralnya. Lampirannya itu enggak ada,” ujarnya.
Sebetulnya, kata Nusron, ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk lebih memberikan kekuatan hukum kepemilikan tanah masyarakat. Menurutnya, salah satu penghambat kecepatan PTSL di Jateng rata-rata karena mereka dari kalangan miskin ekstrem.
“Biasanya didaftarkan tapi gak mampu bayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Diharapkan Pemprov Jateng bisa intervensi,” katanya.
Melansir data Kementerian ATR/BPN, sebanyak 19 kabupaten/kota di Jawa Tengah telah memberikan pembebasan atau keringanan BPHTB. Tujuannya untuk mendukung pendaftaran tanah, di antaranya Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, Purbalingga, Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Kudus, Jepara, Blora, Rembang, Pekalongan, Brebes, Pemalang, Klaten, Boyolali, Karanganyar, dan Kota Semarang.
Sementara itu untuk diketahui, layanan pertanahan di Jateng pada tahun 2024 telah berkontribusi pada perekonomian setempat, dengan total Rp86,9 triliun. Di antaranya, melalui penerimaan BPHTB sebesar Rp 1,91 triliun, Hak Tanggungan sebesar Rp84 triliun, Pajak Penghasilan (PPH) Rp 783 miliar, dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp281,6 miliar.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi menambahkan, pihaknya mengaku kolektif bekerjasama dengan Kementerian ATR/BPN dalam Upaya layanan pertanahan dan reforma agraria.
“Kedatangan pak menteri (Nusron Wahid) itu sangat-sangat bagus sekali. Momentumnya diikuti oleh (kepala daerah) 35 kabupaten/kota. Juga untuk menentukan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang),” kata dia. (*)