JATENGPOS.CO.ID, SOLO — Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta kembali menggelar perayaan Hari Tari Sedunia dalam kemasan akbar bertajuk 24 Jam Menari, yang telah memasuki tahun ke-19 penyelenggaraannya. Digelar selama tiga hari, mulai 28 hingga 30 April 2025, perhelatan ini mengangkat tema “Land of 1000 Kingdoms”, menandai geliat jagad seni tari yang dinamis, kreatif, dan penuh warna budaya.
Tahun ini, sebanyak 1.500 penari dan 1.000 penyelenggara terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Tak hanya dari dalam negeri, acara ini juga diwarnai kehadiran 19 penari internasional dari Thailand dan Malaysia. Berbagai institusi seni, komunitas, sanggar, budayawan, koreografer, serta ilmuwan dari penjuru Nusantara turut hadir memeriahkan acara.
Ketua Panitia, Pramutomo, menyampaikan bahwa perayaan ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan ruang penting bagi apresiasi, kreatifitas, dan penguatan jejaring antar pelaku seni tari. “Hari Tari Sedunia di ISI Surakarta adalah ajang kebudayaan yang menjunjung keberagaman sebagai aset yang harus dijaga dan diwariskan,” ujarnya.
Dalam pembukaan, Menteri Kebudayaan Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc hadir memberikan pidato budaya, dilanjutkan dengan penampilan 24 jam menari tanpa henti yang tersebar di seluruh panggung kampus ISI Surakarta—dari Teater Besar, Teater Kecil, Pendopo, hingga rumah Gendon Humardani, pendiri ASKI Surakarta, cikal bakal ISI.
Tak ketinggalan, Pergelaran Mahakarya Tari Keraton Nusantara turut menjadi ikon istimewa. Tahun ini, empat keraton dari Jawa turut ambil bagian, antara lain Keraton Yogyakarta dengan Serimpi, Pakualaman dengan Beksan Floret, Pura Mangkunegaran dengan tari Kusumo Yudo, dan Kasunanan Surakarta dengan tari Wireng Srimpi.
Di antara 24 jam pentas non-stop, digelar pula Seminar Nasional Tari pada 28 April 2025 dengan menghadirkan narasumber dari berbagai kota, membahas transformasi tari tradisional menuju karya kontemporer yang menggugah.
Nandang Wisnu Pamenang, koordinator pargelaran, menuturkan bahwa keikutsertaan penari dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Banyuwangi, Sumedang, NTB, Bali, dan Yogyakarta, hingga komunitas Betawi, Sunda, Barakuda, Hansun Gandrung, dan Seudati Aceh, menjadi bukti semangat persatuan dalam keberagaman budaya.
Tak hanya dari ISI, lembaga dan kampus lain seperti UNS, UMS, UIN RM Said, Politeknik Kemenkes Yogyakarta, Stikes PPNI, UGM, Sanata Dharma, hingga UNDIP ikut berpartisipasi.
Salah satu sorotan datang dari Bagas, penari 24 jam asal Temanggung, yang membawakan dua karya sendratari, termasuk karya eksperimental berjudul Runyam yang memadukan tari, teater, dan stand-up komedi. Karya ini mengangkat isu sosial tentang kondisi perempuan masa kini.
Acara ditutup dengan orasi budaya oleh KPH Notonegoro dari Yogyakarta serta bazar industri kreatif yang turut menyemarakkan suasana kampus dengan produk-produk lokal karya mahasiswa dan komunitas seni.(dea)