JATENGPOS.CO.ID, SALATIGA – Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan tidak cukup hanya disandarkan pada kecanggihan teknologi atau kemegahan infrastruktur. Karena fondasi sejati pariwisata terletak pada sejauh mana mampu memahami, menjaga, dan mengangkat kearifan lokal sebagai poros utama pembangunan.
Demikian diungkapkan Plt. Ketua Program Studi (Kaprodi) Destinasi Pariwisata, Fakultas Interdisiplin (FId) Universitas Kristen Satya Wacana, Rini Kartika Hudiono, S.Pd., M.A dalam Seminar Nasional bertajuk “Menyulam Kearifan Lokal Menuju Pariwisata Berkelanjutan: Refleksi dari Nglanggeran dan Sipadan Ligitan”, Rabu (7/5/2025) .
Seminar ini menghadirkan dua narasumber inspiratif dengan perspektif yang saling menguatkan, yakni Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Presiden, Prita Laura, S.H., M.Par., serta Dosen Destinasi Pariwisata FId UKSW, Dr. Lasti Nur Satiani. Bertindak sebagai moderator adalah Wakil Dekan FId UKSW, Aldi Herindra Lasso, S.Pd., M.M.Par., Ph.D.
Plt. Ketua Program Studi (Kaprodi) Destinasi Pariwisata, Rini Kartika Hudiono, S.Pd., M.A., menegaskan institusi pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk tidak sekadar mencetak lulusan yang cakap secara teknis, namun juga membentuk pribadi yang peka terhadap konteks sosial dan budaya serta memiliki visi pembangunan bangsa yang berakar pada inklusivitas dan keadilan.
Sementara, Prita Laura, yang mengangkat kasus Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai studi utama, menyoroti pentingnya political will dalam menggerakkan kebijakan dan implementasi ekowisata. Ia menjelaskan bagaimana pemerintah harus mengambil peran utama jika kemajuan yang signifikan ingin dicapai dalam menjadikan pariwisata lebih berkelanjutan.
Prita Laura juga mengungkapkan bagaimana Sipadan, yang dahulu menjadi titik konflik teritorial antara Indonesia dan Malaysia, kini telah menjelma menjadi salah satu destinasi penyelaman terbaik dunia melalui kebijakan pelestarian yang terstruktur.“Penerapan ekowisata di Sipadan menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak hanya lahir dari kebijakan, namun dari keberanian politik untuk menindaklanjuti komitmen dalam bentuk regulasi teknis, sistem implementasi, hingga penegakan hukum yang konsisten,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Lasti Nur Satiani menghadirkan narasi dari Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Yogyakarta, sebagai contoh keberhasilan aksi lokal yang berdampak global. Desa yang terletak di kawasan gunung api purba ini telah memperoleh berbagai penghargaan nasional dan internasional, di antaranya Best Tourism Village 2024 dan ASEAN Sustainable Tourism Award 2018.
Salah satu mahasiswa menyampaikan antusiasmenya dalam mengikuti seminar nasional ini. Mahardika Haholongani Sihombing, mahasiswa D4 Destinasi Pariwisata angkatan 2023, mengungkapkan bahwa seminar ini membuka wawasan baru mengenai pentingnya pelibatan masyarakat sebagai aktor utama dalam pembangunan.
“Seminar ini menyadarkan saya bahwa masyarakat adalah pihak yang paling terdampak dari setiap kebijakan, maka mereka juga harus menjadi bagian utama dari perencanaan. Kearifan lokal bukan hanya identitas, tapi juga kunci menuju keberlanjutan destinasi,” katanya. (deb)