Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, ayah adalah kepala keluarga, ibu sebagai ibu rumah tangga beserta dengan anak-anak. Satuan figur-figur ini membentuk apa yang disebut sebagai keluarga inti. Keluarga menjadi bagian penting dalam menjaga ketahanan keluarga. Sebab di unit terkecil inilah semua hal bermula dan terbangun.
Keluarga sebagai sistem mikro seharusnya mempengaruhi sistem lingkungan dan sosial. Idealnya, keluarga menanamkan nilai-nilai seperti cinta kasih, respek dan komitmen yang mampu menghasilkan lingkungan dengan hubungan sosial yang harmonis. Selanjutnya hubungan sosial yang harmonis akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, setelah itu diharapkan akan terbentuknya ketertiban dan kesejahteraan sosial. Namun pada kenyataannya adalah keluarga mudah terpengaruh dengan lingkungan dan terpapar hal-hal yang dapat mengganggu bahkan hal-hal yang bisa berdampak secara langsung.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks globalisasi, berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat. Eksistensi individu dan keluarga menghadapi berbagai ancaman yang bersumber dari berbagai dampak proses transformasi sosial yang berlangsung sangat cepat dan terhindar. Banyak keluarga mengalami perubahan, baik struktur, fungsi dan peranannya. Dampak negatif transformasi sosial dapat menggoyahkan eksistensi individu dan keluarga sehingga menjadi rentan atau bahkan berpotensi tidak memiliki ketahanan. Kasus perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga menggunung. Ketidakharmonisan rumah tangga sudah menjadi berita sehari-hari dan bahkan angka perceraian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir, 40 perceraian terjadi setiap jam nya. Dari data tersebut juga terungkap bahwa sejumlah 70,5 persen nya adalah gugat cerai (khulu’) dan angka cerai talak 29,5 persen.
Kerapuhan dan malapetaka keluarga ini akan mempengaruhi kualitas generasi. Ada banyak anak yang harus kehilangan perhatian dan kasih sayang dari salah satu atau bahkan kedua orang tuanya. Ada banyak anak yang kemudian memilih lari dari keluarganya yang sudah retak dan mencari perhatian dan kasih sayang dari lingkungan (subsistem dari mikrosistem yang lain).
Ada banyak anak-anak yang kemudian terjerumus pada lingkungan yang buruk sehingga terjebak pada penyimpangan-penyimpangan sosial seperti pergaulan bebas, perilaku seksual menyimpang, penggunaan dan peredaran narkoba, terlibat tawuran dan komunitas anak jalanan, geng motor, dan sebagainya. Berdasarkan Data BPS tahun 2019, jumlah anak Indonesia adalah sepertiga dari jumlah penduduk yaitu sekitar 86 juta jiwa. Jumlah ini tentu signifikan bagi kualitas bangsa kita ke depan, sehingga perlakuan kita terhadap anak saat ini akan menentukan wajah bangsa dan negara ini di masa yang akan datang.
Kalau diibaratkan, keluarga merupakan sebuah fondasi untuk tumbuh dan berkembangnya sebuah bangsa. Jika fondasinya kuat dan kokoh, maka bangunan di atasnya dapat berdiri tegak, awet dan tahan terhadap guncangan. Kualitas hidup keluarga mencerminkan kualitas hidup bangsa. Kondisi ketahanan keluarga menjadi gambaran keadaan dan perkembangan pembangunan nasional yang sedang berlangsung. Dengan demikian, upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengurai atau mengatasi berbagai masalah yang menghambat pembangunan nasional. Revitalisasi fungsi keluarga perlu diupayakan untuk menyelesaikan problematika keluarga dan meningkatkan kualitas ketahanan keluarga.
Patut mendapatkan apresiasi adanya upaya pembangunan ketahanan keluarga oleh pemerintah karena memang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyokong terbentuknya keluarga-keluarga yang berkualitas yang mempunyai ketahanan. Mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar ketahanan masyarakat dan bangsa memang tidak bisa dibebankan pada kualitas individu saja dalam memerankan diri di masing-masing keluarganya.
Revitalisasi fungsi keluarga mustahil diwujudkan oleh masing-masing keluarga tanpa peran besar negara. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh negara akan mempengaruhi pola sebuah keluarga Negara diharapkan menyediakan seluruh perangkat dan prasarana agar setiap individu dan setiap keluarga mampu memerankan fungsi-fungsinya secara ideal, tanpa gangguan dan tidak tumpang tindih.
Dengan demikian, upaya peningkatan ketahanan keluarga menjadi tanggungjawab bersama antara masyarakat (individu, keluarga serta komunitas) dan negara beserta seluruh perangkatnya. Pembangunan keluarga dan ketahanan keluarga perlu dicantumkan baik pada kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota, dengan tatanan yang berbeda pada tiap tingkatnya. Pemerintah pusat mengatur kebijakan dan regulasi, sedangkan pemerintah provinsi terfokus pada singkronisasi dan pengembangan, selanjutnya di kabupaten kota melakukan implementasi kebijakan.(*)
Oleh : Sumartini Dwi Fatmasari Bidang Perempuan dan ketahanan Keluarga PKS