Penulis akan menginformasikan bahwa penulis ini sebagai pendidik yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama (Kristen) dan Budi Pekerti di SMAN 2 Kudus. Mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua peserta didik yang beragama Kristen.
Kemudian dalam menjalankan tugas pembelajaran ini penulis mengajar di semua tingkatan kelas baik dari kelas X, XI, dan XII, karena di sekolah negeri peserta didik yang beragama Kristen memang minim. Dan yang perlu dipahami bahwa tidak semua kelas dari X, XI dan XII ada peserta didik yang beragama Kristen. Adapun isi dari pembahasan ini penulis mengambil materi mata pelajaran Pendidikan Agama (Kristen) dan Budi Pekerti kelas X, semester gasal (1), dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.2 Memahami makna nilai-nilai Kristiani: kesetiaan, kasih dan keadilan dalam kehidupan.
Sebelum sampai ke pokok pembahasan peserta didik perlu memahami arti tentang cinta kasih. Seperti yang ditulis di dalam buku acuan pedoman untuk Guru Pendidikan Agama (Kristen) dan Budi Pekerti, SMA/SMK Kelas X, yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2016; bahwa,
“Dalam bahasa Ibrani, kata “cinta kasih” diterjemahkan menjadi khesed. Menurut sastra etika Yahudi, khesed atau cinta kasih adalah salah satu dari kebajikan yang paling utama. Rabi Simon yang adil mengajarkan demikian, “Dunia berlandaskan pada tiga hal, yaitu Taurat, pelayanan kepada Allah, dan mencurahkan cinta kasih (khesed).” Juga Talmud, salah satu kitab tafsiran Taurat yang sangat penting dalam agama Yahudi, Rabi Simlai mengatakan, “Taurat dimulai dengan khesed dan berakhir dengan khesed.”
Adapun maksud dari kutipan tersebut dapat dikatakan, bahwa keseluruhan Taurat dicirikan oleh khesed, artinya kehidupan yang ideal harus bertujuan untuk menciptakan perilaku yang diwarnai oleh kesetiaan dan cinta kasih.
Selanjutnya, penulis akan memberikan contoh tentang cinta kasih secara teori (pengetahuan) terlebih dahulu yang tertulis di buku acuan dan atau juga bisa mengambil contoh cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari: Pertama, cinta kasih yang berhubungan dengan kesetiaan dan kesediaan untuk berkorban; sebagai contoh ada seorang ayah atau ibu yang karena cinta kasihnya ia rela mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menolong keluarganya atau orang yang dikasihinya; Kedua, cinta kasih yang mengubah dan mendamaikan; sebagai contoh kebencian jangan dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian harus dibalas dengan kebaikan; Ketiga, Cinta kasih merupakan kekuatan yang luar biasa; pengorbanan Tuhan Allah untuk penebusan dosa manusia di dunia, dan Keempat, Cinta kasih yang memadamkan api permusuhan; kita terus menerus berbuat kasih walau banyak orang yang membencinya.
Membahas “cinta kasih”, yang harus dipahami adalah bagaimana kita umat manusia memiliki hati yang disebut dengan cinta kasih ini. Kalau kita ingin mengasihi Tuhan Sang Khalik, maka kita harus mengasihi sesama manusia; Kalau kita ingin mengasihi sesama manusia, yaitu dengan cara kita harus mengasihi diri sendiri dahulu; Kalau kita ingin dikasihi orang lain maka kita harus terlebih dahulu memiliki cinta kasih itu, dan dengan cinta kasih itu kita harus terlebih dahulu bisa merubah sikap dan perilaku diri kita dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Begitu pula kalau kita mengharapkan orang lain berubah baik dan mengasihi kita, maka kita harus terlebih dulu merubah sikap dan perilaku kita menjadi lebih baik.
Jadi, supaya peserta didik kristiani pada khususnya dapat memperoleh yang diharapkan, yang harus dilakukan: Pertama peserta didik harus: lebih dekat dengan Tuhan; caranya dengan selalu berdoa setiap saat, membaca Alkitab, memuji Tuhan dengan puji-pujian, merenungkan dan melakukan Firman tersebut dengan baik; Kedua, menghormati orang tua dirumah, patuh terhadap peraturannya dan meminta doa berkatnya sebelum bepergian (cont: pada waktu berangkat sekolah); Ketiga, menghormati bapak dan ibu guru di sekolah selaku orang tua ke dua; Keempat, disiplin dan patuh terhadap tata tertip yang berlaku di sekolah; Kelima, memahami dan melakukan yang menjadi tugas serta tanggung jawabnya sebagai dinidik; Keenam, bisa menjalin komunikasi dengan baik; baik kepada bapak dan ibu guru di sekolah, dan juga pada sesama peserta didik yang lain; Ketujuh, sebagai masyarakat yang plural maka peserta didik harus mampu menjaga dan melestarikan budaya bertoleransi antar sesama umat beragama.
Dan mengharapkan perilaku peserta didik juga selalu diwarnai dengan cinta kasih tersebut. Dengan penuh rasa syukur, kiranya Tuhan menyertai peserta didik untuk dimampukan berpengetahuan, bersikap, dan berperilaku baik, untuk meraih harapannya serta nama Tuhan yang dipermuliakan. (*)
Murdiyah, S.PAK., M.Pd.K
Guru PAK&BP SMAN 2 Kudus