Kehadiran siswa di sekolah menjadi salah satu kriteria kenaikan kelas. Hal tersebut tercantum dalam kurikulum 2013. Banyak sekali penyebab dari ketidakhadiran siswa di sekolah antara lain karena tidak masuk tanpa ijin ( membolos ), alasan sakit tanpa keterangan, kabur karena terlambat, malas, transportasi jauh, capai karena membantu orang tua berjualan, tidak mempunyai uang saku. Karena kurangnya kehadiran siswa dikelas sehingga mempengaruhi hasil belajarnya. Seringnya siswa tidak hadir dikelas berarti sering tidak mengikuti pelajaran yang diberikan guru mata pelajaran sehingga apabila guru mata pelajaran memberikan ulangan harian nilainya dibawah KKM. Melihat data tersebut diatas mendorong penulis untuk melaksanakan penyelesaian dengan melakukan konseling realita.
Konseling Realita di cetuskan oleh William Glasser yang lahir tahun 1925. Pada tahun 1961 Glasser mempublikasikan konsep Reality Therapy. Dalam pandangannya Glasser memandang bahwa manusia mempunyai kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan fisik sedang kebutuhan psikologis adalah kebutuhan untuk dicintai dan mencintai , dan kebutuhan akan penghargaan terhadap dirinya. Kedua kebutuhan tersebut dapat digabungkan dan dapat disebut kebutuhan identitas. Kebutuhan identitas mempunyai dua arah yang pertama adalah jika individu mengalami keberhasilan individu tersebut akan mencapai identitas kesuksesan yang di sebut Success Indentity. Sedang individu yang mengalami kegagalan disebut Failure Identity. Failure Identity tersebut dibangun oleh individu yang tidak bertanggung jawab karena menolak keberadaan realita sosial moral maupun dunia sekitarnya. Salah satu tujuan Konseling Realita , adalah terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran diri.
Pada umumnya ketidakhadiran siswa dapat dibagi kedalam tiga bagian: (1) alpa, yaitu ketidakhadiran tanpa keterangan yang jelas, dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan; (2) ijin, ketidakhadiran dengan keterangan dan alasan tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan, biasanya disertai surat pemberitahuan dari orang tua; dan (3) sakit, ketidakhadiran dengan alasan gangguan kesehatan, biasanya disertai surat pemberitahuan dari orang tua atau surat keterangan sakit dari dokter
Sebelum proses layanan, penulis melakukan survey tentang tingkat kehadiran siswa terhadap 35 siswa dari salah satu kelas di SMK Negeri 2 Semarang. Survey tentang tingkat kehadiran siswa dilakukan melalui pengumpulan data tingkat kehadiran siswa yang meliputi: (1) tidak masuk tanpa ijin/ membolos, (2) alasan sakit tanpa keterangan/ pemberitahuan, (3) kabur karena terlambat , (4) tidak di beri uang saku, (5) malas, dan (6) kehadiran tepat waktu. Hasil survey diketahui bahwa dari 10 orang siswa berdasarkan tingkat kehadiran yang mencapai ≥ 75 ada 3 anak (30%) dan yang < 75 ada 7 anak (70%). Karena siswa yang mencapai ≥ 75 masih jauh dari 80% maka akan dilakukan tindakan bimbingan konseling.
Penilaian dilakukan dengan mengamati kesungguhan siswa dalam mengikuti layanan. Pada layanan konseling kelompok realita, pengamatan kesungguhan siswa dalam layanan konseling kelompok meliputi: (1) Mengerjakan tugas membentuk kelompok yang diperintahkan guru, (2) Siswa mendengarkan penjelasan guru pembimbing tentang tingkat kehadiran belajar di sekolah, (3) Siswa mengajukan pertanyaan hal yang kurang jelas, (4) Siswa mendiskusikan tingkat kehadiran belajar di sekolah, (5) Siswa menjawab pertanyaan guru pembimbing tentang masalah tingkat kehadiran belajar di sekolah, (6) Siswa mengisi dan mengumpulkan data dokumentasi catatan kehadiran tingkat kehadiran belajar dengan tertib. Tindakan konseling dilaksanakan secara berulang dengan mengetahui hasil setelah layanan dilaksanakan.