JATENGPOS.CO.ID, – Diambil dari laman Data Pokok SMK Ditpsmk, SMK se-Jawa Tengahberjumlah 893 sekolah yang memiliki kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Dilihat dari jumlah tersebut bisa di artikan bahwa setiap tahun Jawa Tengah meluluskan ribuan siswa dari Kompetensi Keahlian RPL. Masalahnya kemudian adalah kemana mereka setelah lulus?
Walaupun tidak menutup kemungkinan para lulusan tersebut untuk melanjutkan studi maupun berwirausaha, namun sebagian besar mereka merupakan para pencari kerja. Sejalan dengan itu, perusahaan di bidang IT pun membutuhkan tenaga kerja baru setiap tahunnya seiring dengan peningkatan kualitas perusahaan. Sayangnya, para Pelaku Industri maupun Pelaku Usaha tersebut banyak yang menolak para lulusan SMK khususnya dari kompetensi RPL untuk bekerja di perusahaan mereka dengan dalih kemampuan para lulusan tersebut jauh dari standar perusahaan. Jadilah para lulusan RPL SMK tersebut bekerja “seadanya” dan tidak sesuai dengan Kompetensi Ijasah mereka. Jika sudah begitu, tujuan utama SMK untuk menciptakan sumberdaya yang siap kerja akhirnya hanya jadi omong kosong belaka.
Sebuah ironi terjadi ketika lulusan RPL-SMK yang melimpah tersebut tidak laku ketika melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan IT yang notabene membutuhkan tenaga baru. Lalu apa yang salah dengan para lulusan itu? Tentunya hal tersebut perlu dipikirkan secara serius oleh semua pemangku kebijakan. Perlu adanya titik temu antara Dunia Pendidikan dan Dunia Perusahaan.
Yang terjadi selama ini ketika kurikulum dari RPL-SMK diperlihatkan ke perusahaan ternyata terjadi lubang yang besar disitu. Apa yang dipelajari oleh siswa selama belajar di sekolah selama 3 tahun tidak lagi di pakai di dunia usaha, sangat ketinggalan jauh. Lalu ketika lulusan tersebut datang untuk melamar pekerjaan, perusahaan seperti kedatangan kandidat yang masih “nol”, tentu itu sangat merugikan apabila kandidat tersebut diterima bekerja karena perusahaan bukanlah lembaga kursus yang harus mengajari dari nol namun butuh tenaga yang siap bekerja. Disitulah perlunya komunikasi yang intens antara Dunia Pendidikan dan Dunia Usaha agar apa yang menjadi tujuan utama SMK tidak lagi menjadi sia-sia.
Ketika penyusunan kurikulum sudah seharusnya semua unsur yang terkait haruslah terlibat dari Pemerintah, Praktisi Pendidikan dan Praktisi Dunia Usaha sehingga nantinya ketika diterapkan kepada siswa selama 3 tahun mereka belajar benar-benar terarah dan terkini. Memasukkan unsur Praktisi Dunia Usaha kedalam penyusunan tersebut juga sebagai penjamin, jika nantinya siswa yang lulus sudah ada perusahaan yang menanti mereka.Terjadi hubungan simsiosismutualisme, hubungan saling menguntungkan. Perusahaan akan mendapatkan tenaga kerja yang profesional dan dunia pendidikan pun mampu menghasilkan bibit yang kompeten dan lulusannya laku diperusahaan.
Hal lain yang perlu juga diperhatikan oleh Praktisi pendidikan maupun Sekolahan, alasan ditolaknya seorang pencari kerja bukan semata-mata karena kompetensi yang dimilikinya karena itu hanya memenuhi 14% alasan kandidat ditolak, hal lainnya seperti tidak menguasai teknis 19%, tidak mengerti organisasi 10%, kemampuan komunikasi 25%, bermasalah dengan etika 25% dan hal lainnya sebesar 8%. Dilihat dari data tersebut, ternyata unsur terpenting dalam mencari pekerjaan ada pada masalah etika, PR bagi Dunia Pendidikan untuk membangun karakter siswa dengan serius sehingga bukan hanya melahirkan tenaga yang profesonal namun juga yang berbudi luhur.