JATENGPOS.CO.ID – Menjadi seorang guru itu tidak mudah. Sebagai tenaga pendidik, apa yang diajarkan dan dilakukan oleh guru seharusnya menjadi bentuk pendidikan. Meskipun demikian, guru juga tidak boleh semena-mena. Terdapat norma-norma yang berlaku dan harus dipatuhi oleh guru sebagai tenaga pendidik. Sebagai guru, ada kalanya guru perlu melakukan introspeksi atas pertanyaan, “Siapakah siswa bagi kita?”
Sekolah sudah menjadi rumah kedua bagi siswa. Bagaimana tidak? Dalam sehari 24 jam, hampir 10 jam dihabiskan oleh siswa di sekolah. Selama sisa 14 jam, terdapat sekitar 8 jam digunakan untuk tidur dan istirahat. Sisa 6 jam tersebut digunakan untuk mengerjakan tugas, belajar untuk ulangan esok hari, les, makan, dan lain-lain. Meskipun hal ini tidak berlaku saat hari libur. Begitu juga dengan guru. Sekolah sudah menjadi rumah kedua pula untuk guru.
Pada beberapa kesempatan mungkin guru hanya melaksanakan tugasnya untuk memberikan materi pelajaran kepada siswa. Terkadang guru tidak memahami pula apa yang dirasakan siswa. Padahal sebenarnya saat di sekolah, guru bertindak pula sebagai orang tua. Memperlakukan siswa di sekolah sama halnya dengan memperlakukan anak di rumah.
Tidak hanya mengenai pelajaran, guru juga harus mengajarkan mengenai pengembangan kepribadian. Tidak hanya guru Bimbingan Konseling (BK) atau wali kelas yang memiliki peran dalam pengembangan kepribadian siswa. Semua guru dalam mata pelajaran apapun memiliki peran untuk hal itu.
Guru tidak hanya memberikan nilai semata untuk hasil yang siswa peroleh. Guru juga diharapkan untuk memberikan pendampingan bagi siswa. Sama seperti orang tua, guru memiliki peran untuk mendampingi tumbuh kembang siswa. Tentunya dalam hal ini kita membicarakan mengenai orang tua yang baik. Meskipun di luar sana terdapat pula orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang anaknya sendiri.
Ketika datang ke sekolah, setiap siswa membawa semangat yang berbeda. Ada di antara mereka yang memiliki masalah di rumah sehingga tidak semangat saat di sekolah. Ada pula siswa yang memiliki masalah dengan temannya di sekolah sehingga tidak semangat pula saat di sekolah. Namun, ada pula siswa yang semangat untuk sekolah dan tidak membawa masalah apapun ke sekolah.
Sebagai contoh saat siswa mengalami masalah pengucilan atau penindasan oleh teman-temannya di sekolah. Hal ini mungkin sulit diungkapkan oleh siswa yang menjadi korban. Masalah yang terjadi di sekolah sudah sewajarnya agar guru membantu mengatasi hal tersebut. Sama halnya dengan masalah yang mungkin dialami siswa di rumah, guru diharapkan dapat memberikan pendekatan agar siswa mau menceritakan masalahnya tersebut.
Guru mungkin tidak sepenuhnya tahu apa yang dialami siswa. Tidak semua siswa dapat terbuka juga terhadap gurunya. Jangankan kepada guru, kepada orang tua atau teman sendiri saja mungkin mereka juga tidak terbuka. Ada kecenderungan pula siswa menyimpan masalah mereka sendiri. Hal ini dapat berdampak buruk bagi pencapaian siswa di sekolah.
Guru tidak boleh menyamaratakan siswa atau bahkan membanding-bandingkan siswa. Guru harus berusaha untuk mengetahui penyebab di balik pencapaian siswa yang tidak maksimal tersebut. Memang terdengar begitu utopis, tetapi bisa saja guru dapat menjadi sosok yang membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Meskipun perlu dipahami bahwa tidak selalu guru mampu menyelesaikan masalah tersebut. Tugas guru dalam hal ini adalah mencoba untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa.
Sebagai rumah kedua bagi siswa, sekolah diharapkan dapat menjadi tempat yang nyaman bagi siswa. Begitu pula sebagai orang tua kedua, guru diharapkan dapat mengayomi siswa. Guru memiliki peran untuk membangun suasana yang menyenangkan bagi siswa. Suasana yang kondusif mendukung siswa untuk menerima materi pelajaran dengan baik. Tidak hanya semata-mata untuk nilai yang baik, pendampingan untuk siswa juga diperlukan agar siswa dapat memiliki kepribadian yang lebih baik ke depannya.