JATENGPOS.CO.ID – Istilah Emotional Quotient (EQ) atau Kecerdasan Emosi dahulu mungkin tidak sepopuler dengan istilah Intelligence Quotient (IQ) atau Kecerdasan Intelektual dan banyak orang berpendapat untuk meraih kesuksesan seseorang harus memiliki IQ yang tinggi. Namun hal itu tidak lagi berlaku pada zaman now, beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan intelektual tanpa di barengi dengan Kecerdasan emosional bisa membuat seseorang menjadi pribadi yang tidak utuh, artinya kecerdasan intelektual saja tidak cukup untuk mencapai kesuksesan di masa depan.
Kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk bisa menjaga hubungan baik dengan orang lain, agar mudah beradaptasi, berinteraksi, berekspresi dan bersosialisasi dengan orang lain. Menurut Binet dalam buku Winkel hakikat Intelligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan obyektif.
Menurut Goleman (2000) Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (sosial) dengan orang lain. Kecerdasan emosi sangat penting ditumbuhkan pada anak usia sekolah, karena usia ini merupakan usia emas. Saat remaja adalah usia yang sangat dinamis dimana rasa penasaran mereka terhadap sesuatu hal sangat tinggi.
Ada beberapa kemampuan yang menyebabkan seseorang mempunyai EQ yang tinggi, yaitu kemampuan memahami atau mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain, dan kemampuan untuk membina hubungan yaitu kemampuan untuk dapat menularkan perasaan positif kepada orang lain.
Kecerdasan Intelektual menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% sumbangan faktor faktor lain diantaranya adalah kecerdasan emosional yakni kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengatur suasana hati, berempati dan kerjasama. Proses pembelajaran yang hanya mengedepankan pengembangan intelektual saja akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara berkembangnya kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosi, sehingga muncul perilaku negatif siswa.
Fenomena yang bisa dilihat di dalam kelas seorang siswa memiliki kecerdasan emosi yang rendah adalah timbulnya beberapa masalah seperti ada siswa yang tidak bisa mengontrol amarahnya, ada siswa yang tidak memperdulikan guru yang sedang mengajar di depan kelas, ada siswa yang tertawa terbahak bahak dengan suara keras, ada siswa yang membicarakan keburukan siswa lain atau bahkan guru mereka sendiri.
Keberhasilan di sekolah tidak semata ditentukan oleh kemampuan diberbagai mata pelajaran, membaca, menulis, atau matematika melainkan juga ukuran emosi dan sosial siswa diantaranya; yakin pada diri sendiri, tahu pola perilaku apa yang diharapkan orang lain, serta bagaimana menngendalikan emosi.
Guru Bimbingan Konseling mempunyai tanggung jawab lebih dalam proses membantu perkembangan emosi siswa, seyogyanya guru bimbingan konseling bersikap sebagai pengayom, berkasih sayang terhadap siswa – siswa nya dan hendaknya memperlakukan mereka seperti anak sendiri. Guru BK diharapkan mampu mengembangkan emosi siswa, dengan cara melatih siswa agar dapat mengendalikan emosinya secara sehat. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan melakukan layanan Bimbingan Kelompok.
Layanan Bimbingan Kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dalam dinamika kelompok ini seluruh anggota akan berinteraksi satu sama lain serta memberikan pandangan atau ide ide yang mereka pikirkan.
Dibimbing oleh guru BK siswa secara bersama sama membahas suatu topik yang menjadi bahan pembicaraan yang telah dipilih oleh guru BK. Sebelum memulai layanan, guru BK akan mengelompokkan siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Kemudian siswa diharapkan memberikan tanggapan – tanggapan yang akan membantu mereka memahami emosi yang mereka rasakan. Adanya interaksi dan komunikasi antar siswa diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan emosi siswa yang rendah.