JATENGPOS.CO.ID, – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki ketergantungan yang berlebih kepada orang lain dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.Berdasarkan pengalaman penulis mengajar sebagai guru SLB,yang saat ini menjadi guru di SLBN Purwosari Kudus,kebanyakan mereka kurang mandiri hampir dalam berbagai hal. Terlebih bagi anak tunagrahita,yaitu anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya,disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan yang dimiliki.Di kelas lima C(tunagrahita) yang penulis ampu sekarang,kebanyakan mereka masih tergantung kepada orang tua maupun pengasuhnya.Untuk melakukan aktivitas sehari-hari(Activity of Daily Living/ADL)saja mereka masih membutuhkan bantuan dari orang lain.
Namun perlu disadari bahwa tidak selamanya orang tua/pengasuh dapat selalu mendampingi ABK dan juga tidak setiap saat mereka dapat memberikan bantuan kepada ABK.Oleh karena itu,ABK pun perlu diajarkan kemandirian agar di kemudian hari tidak menemui permasalahan khususnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Kemandirian menurut Maryam(2015) adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Untuk mengajarkan kemandirian sebenarnya bisa dilakukan di sekolah maupun di rumah.Dalam mengajarkan kemandirian pada ABK,selain perlu mengetahui modalitas atau kemampuan masing-masing ABK,perlu juga memperhatikan usia dan faktor-faktor pendukung keberhasilan program pengembangan kemandirian.Faktor pendukung keberhasilan program pengembangan kemandirian diantaranya yaitu; motivasi ABK,kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan,guru yang profesional,sarana dan prasarana yang memadai,pola asuh orang tua yang mendukung serta memberikan perhatian pendidikan kepada anaknya.
Berdasarkan faktor pendukung keberhasilan program pengembangan kemandirian di atas,guru dan orang tua mempunyai peranan yang sangat besar bagi tercapainya program pengembangan kemandirian ABK.Orang tua yang terlalu sayang dan terlalu melindungi ABK dengan mengabaikan pengembangan kemandiriannya justru malah akan menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan ABK untuk dapat mandiri.Seringkali karena merasa kasihan dan kurang sabar,guru dan orang tua dengan mudah memberikan bantuan tanpa diminta.Hal ini sama saja tidak memberi kesempatan kepada ABK untuk belajar dan berlatih kemandirian.
Untuk itulah maka guru dan orang tua perlu menjadi “Raja Tega” demi kemandirian ABK.Hal ini diperlukan karena banyak metode pendidikan yang mengalami kegagalan karena kurang tega dalam proses pembelajarannya.Tega di sini bukan berarti tidak sayang atau bahkan cenderung kejam,melainkan rasa sayang tersebut diwujudkan dengan cara mendidik dan melatih ABK untuk melakukan pekerjaannya sendiri agar terbangun pribadi yang mandiri demi kepentingan ABK sendiri di masa depan.Tega berarti bersikap dan bertindak dengan maksud dan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada ABK agar dapat berlatih sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Perlu digarisbawahi bahwa dalam mengajarkan kemandirian pada ABK,guru dan orangtua perlu mengetahui dan melihat potensi yang dimiliki oleh ABK terlebih dahulu.Mengetahui potensi ABK sangat penting karena setiap ABK memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda.Kadang kala guru/orangtua memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi sehingga target yang ditentukan tidak sesuai dengan modalitas atau potensi ABK.Akibatnya bisa menimbulkan stress baik dari pihak ABK maupun dari pihak guru/orang tua ABK.
Guru dan orang tua ABK selaku pembimbing dan pelatih ABK selain harus mengetahui potensi yang dimiliki ABK sebagai dasar dalam menentukan target,perlu juga memperhatikan prinsip pelaksanaan program pengembangan kemandirian ABK yang meliputi; asesmen dan observasi, keselamatan(safety), kehati-hatian(poise), kemandirian(independent), percaya diri (confident),tradisi yang berlaku di sekitar anak(traditional manner), sesuai dengan kemampuan anak(in appropriate),modifikasi; alat dan cara serta analisa tugas.
Menjadi “Raja Tega” berarti menjadi sosok pemimpin,pendidik,pelatih,fasilitator dan motivator bagi ABK dalam meraih kemandirian.Sosok yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada ABK untuk dapat berlatih kemandirian dengan memperhatikan karakteristik ABK,potensi yang dimilikinya,faktor pendukung keberhasilan serta prinsip pelaksanaan program pengembangan kemandirian.Intinya adalah berilah kesempatan kepada ABK sebanyak-banyaknya untuk berlatih.Karena semakin banyak berlatih maka semakin sempurnalah kemampuan yang dimilikinya,sesuai dengan pepatah ”practices make perfect”.(W3T)
Oleh Sri Wigati Puji Susanti, S. Pd.
Guru SLBN Purwosari Kudus