Bahasa merupakan alat komunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun tertulis. Di Sekolah Dasar (SD) Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan agar siswa mampu dan terampil menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatif. Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek: mendengarkan (menyimak), membaca, berbicara, dan menulis. Keempat aspek tersebut merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran.
Salah satu jenis ketrampilan berbicara yaitu ketrampilan berpidato. Ketrampilan berpidato sangat penting diajarkan di sekolah dasar untuk melatih kemampuan siswa mengungkapkan gagasan dalam bahasa yang tepat dan cermat.
Siswa pada umumnya mendapatkan kendala pada kegiatan berpidato, hal ini juga dialami oleh siswa kelas VI SD Negeri 1 Kebanaran. Kendala-kendala tersebut merupakan kelemahan yang perlu diperbaiki yaitu kurangnya pelafalan, ejaan, intonasi dan mimik saat berpidato.
Salah satu hal yang menjadi penyebab kegagalan siswa dalam pembelajaran berpidato karena siswa beranggapan bahwa kegiatan berpidato merupakan kegiatan yang sulit dan butuh kematangan mental. Di samping itu, pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru. Hal ini memungkinkan gairah belajar siswa menurun sehingga kompetensi berpidato belum tercapai. Pembelajaran yang dilakukan cenderung lebih bersifat konvensional. Pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan cara-cara lama yang masih kurang inovatif. Hal ini dapat dilihat pada perilaku siswa saat pembelajaran menulis naskah pidato. Pada saat mengikuti pembelajaran, siswa hanya diberikan penjelasan tentang pidato, kemudian diminta menuliskan naskah pidatonya.
Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan pembelajaran guru perlu menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran berpidato. Salah satunya dengan penerapan metode pemodelan.
Metode pemodelan merupakan metode yang menekankan konsep belajar untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Metode pemodelan sangat penting diterapkan, dengan memperhatikan perkembangan siswa sekolah dasar yang masih berada pada tahap konkret. Siswa SD sangat mahir dalam meniru segala kegiatan yang dilaksanakan pada proses pembelajaran. Sehingga penerapan metode pemodelan dalam mengajarkan teknik berpidato merupakan pilihan yang tepat. Nuryatin (2010:34) menyatakan bahwa pemodelan dapat diartikan sebagai upaya pemberian model (contoh) yang berhubungan dengan materi dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan siswa. Pemodelan harus dilakukan secara terencana agar memberikan sumbangan pada pemahaman dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Pemodelan dikatakan efektif apabila siswa menjadi lebih paham terhadap materi yang dipelajari, terlibat dengan lebih antusias, memberikan variasi situasi, biaya dan waktu lebih efisien.
Metode pemodelan memiliki lima fase yang sangat penting menurut Amri dan Ahmadi (2010:43) “yaitu guru mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru, selanjutnya diikuti dengan presentasi materi ajar yang akan diajarkan dan memberikan contoh pemodelan tentang keterampilan tertentu, kemudian memberikan pelatihan kepada siswa dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan yang dicapai”.
Adanya model dalam pembelajaran membantu siswa untuk berpikir kritis. Siswa akan terbantu dengan mengamati model yang disediakan, sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, tetapi siswa juga dapat menggali informasi dari model yang disediakan. Dengan hal itu dapat disimpulkan bahwa metode pemodelan dapat meningkatkan kemampuan berpidato Bahasa Indonesia.
Oleh :
Yuliati, S.Pd
Guru SD Negeri 1 Kebanaran
Kec. Mandiraja
Banjarnegara