Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa, 2006: 4).
Dalam kegiatan pembelajaran muatan pelajaran matematika, guru seringkali tidak menyajikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Guru cenderung mengajarkan peserta didik untuk menghafal kata kunci dalam masalah dan menggunakannya dalam rumus, serta cenderung mengikuti contoh soal dalam buku daripada menjelaskan prinsip-prinsip matematika. Hal ini menyebabkan sulitnya pelajaran matematika bagi peserta didik karena pembelajaran yang kurang bermakna.
Matematika merupakan salah satu muatan pelajaran yang diajarkan dengan menggunakan kurikulum 2013 yang direvisi pada SD Negeri 1 Penganten. Matematika sangatlah penting dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari dan memiliki objek yang abstrak serta memiliki pola pikir deduktik. Menurut Andriyani (2017) matematika memiliki bentuk abstrak dari aktifitas kehidupan manusia sehari-hari yang seharusnya mudah untuk dipelajari dan dipahami serta sesuai dengan taraf perkembangan induktif peserta didik. Pembelajaran matematika yang bersifat abstrak inilah yang menyebabkan anak merasa kesulitan dalam memahami pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran secara umum peserta didik hanya diberi kesempatan menentukan bukan menganalisis, sehingga kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran matematika masih sulit dikembangkan oleh peserta didik, Siswono (2018: 10). Rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik menunjukkan bahwa tujuan dalam kurikulum matematika belum tercapai secara optimal.
Perkembangan siswa SD berada pada tahap operasional konkret pada umur 7-11 tahun, Piaget dalam Isro’atun dan Rosmala (2018: 1), sehingga peserta didik SD tidak akan dapat memahami operasi logis dalam konsep matematika tanpa dibantu oleh benda konkret. Pembelajaran matematika menggunakan benda konkret sebagai sumber belajar sesuai dengan model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Menurut Wijaya (2012: 20) bahwa, model RME merupakan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan (dunia nyata) sebagai sumber belajar. Model RME dalam pembelajaran matematika merupakan proses pembelajaran dengan melibatkan persoalan-persoalan nyata dalam penerapan pembelajaran yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari Karjiyati, dkk (2014 : 228-234).
Salah satu contoh isu kecerdasan dalam kurikulum 2013 pada saat ini adalah High Order Thinking Skill (HOTS) yang merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis. Shapiro dalam Amir (2015: 162) mengungkapkan berpikir kritis adalah suatu aktivitas mental yang berkaitan dalam penggunaan nalar yang menggunakan proses mental seperti memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan memutuskan pemecahan suatu masalah. Menurut Asih, dkk (2017 : 525) bahwa model RME memberi kesempatan peserta didik untuk membangun pengetahuan dan menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Berbeda dengan model pembelajaran matematika selama ini yang menganggap bahwa matematika adalah alat yang siap pakai, model pemelajaran RME cenderung memandang
bahwa matematika sebagai suatu proses yang penting. Menurut (Daitin Tarigan, 2006:4), secara garis besar RME adalah pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran peserta didik yang bersifat realistik dan ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Menurut Gravemeijer (dalam Daitin Tarigan, 2006: 6), model pembelajaran RME memiliki 5 karakteristik, yaitu penggunaan konteks/masalah kontekstual, pengguanaan instrumen vertikal, adanya kontribusi peserta didik, kegiatannya interaktif, adanya keterkaitan topik dalam pembelajaran,
Dengan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang disusun berdasarkan karakteristik dan prinsip RME, peserta didik didukung untuk mencipta ulang matematika di bawah bimbingan guru dan bahan pelajaran. Dan untuk mencipta ulang matematika menjadi bentuk formal dan abstrak, peserta didik diarahkan bergerak secara bertahap dari penggunaan pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif dan konkret menuju ke arah yang lebih formal, abstrak, dan baku. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran terpusat pada peserta didik, Sehingga dapat dipastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran RME di SD Negeri 1 Penganten akan jauh lebih menyenangkan untuk peserta didik. Dengan demikian peserta didik akan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga ketertarikkan dan motivasi serta minat mereka tumbuh dan berkembang. Dan sebagai dampak pengiringnya, kreatifitas dan efektivitas serta hasil belajar dapat meningkat.
Oleh
SUHARYONO, S.Pd.SD
Guru Kelas SD Negeri 1 Penganten
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan