Pembelajaran siswa sekolah Dasar mempunyai karak teristik tersendiri sesuai dengan perkembangan psikologi mereka. Anak sekolah dasar berada pada rentang usia 7-12 tahun. Dimana anak pada usia tersebut berada pada taraf perkembangan kognitif operasional konkret. Tahapan perkembangan kemampuan berpikir yang diperkuat dengan menggunakan benda nyata untuk membantu memahami konsep. Pelaksanaan pembelajaran dimulai dari hal yang terdekat dengan kehidupan siswa. Salah satunya dengan memanfaatkan alat peraga sebagai benda konkret yang dikemas dalam sistem pembelajaran dengan bermain.
Menurut Jean Peace tokoh psikologi kognitif dunia aliran konstruktivisme menyampaikan bahwa tahapan perkembangan kognitif anak itu dibagi dalam empat periode utama. Yang pertama periode sensor motor ( usia 0-2 tahun ), skema awal dibentuk melalui diferensiasi reflek bawaan. Kedua periode praoperasional ( usia 2-7 tahun ), dimana anak mulai belajar melakukan tindakan secara mental terhadap objek sesuai pemikiran yang bersifat egosentris. Ketiga periode operasional konkrit ( usia 7-11 tahun ), pengurutan kemampuan yang disesuaikan dari tampilan objek. Keempat adalah periode oprasional formal ( usia dari 11 sampai dewasa ), pada tahap ini anak mempunyai kemampuan berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang tersedia.
Kegiatan pembelajaran matematika bagi siswa SD bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar berhitung. Berhitung tingkat dasar meliputi kemampuan operasi hitung bilangan. Mulai dari penjumlahan, pengurangan, perkalian ataupun pembagian. Untuk bisa menanamkan konsep dasar berbagai bentuk operasi hitung bilangan bulat matematika dibutuhkan alat bantu. Dengan alat bantu membuat pembelajaran lebih konkret sehingga siswa tidak menerimanya secara abstrak. Tetapi kenyataan yang terjadi kita sering egois dengan mengabaikan sisi perkembangan psikologi mereka. Pembelajaran yang kita hadirkan seolah mendoktrin mereka untuk menghafal tanpa tahu proses pencapaiannya. Siswa secara satu arah menerima setiap materi yang kita sampaikan. Yang sebenarnya seringkali siswa dengan mudahnya melupakan dari apa yang kita sampaikan. Kebermaknaan belajar berkurang karena pengalaman belajar tidak diperoleh dari struktur yang mereka bangun sendiri. Menurut Basuki Wibawa ( 2001 : 24-28 ) menyebutkan bahwa belajar dengan pengalaman langsung mempunyai derajat kebermaknaan yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya.
Pembelajaran matematika materi operasi hitung campuran bagi siswa kelas 6 semester 1 di SDN 2 Katong kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan memanfaatkan monopoli untuk membantu penanaman konsep bagi siswa. Pemanfaatan monopoli ini berfungsi sebagai perwujudan dari bilangan yang akan di hitung. Monopoli berupa lembaran kertas uang mainan dengan berbagai nominal. Setiap siswa menyediakan berbagai pecahan dengan jumlah masing-masing lebih dari 5 lembar. Siswa diminta bertransaksi dengan temannya menggunakan monopoli. Dalam transaksi tersebut secara tidak langsung siswa telah melakukan operasi hitung bilangan campuran. Siswa dapat menemukan alasan kenapa dalam operasi hitung campuran perkalian dan pembagian di dahulukan dari pada penjumlahan dan pengurangan.
Dalam operasi hitung campuran melibatkan lebih dari satu macam operasi hitung dalam satu soal. Dengan demikian konsep hitung campuran yang melibatkan penjumlahan dengan perkalian maka perkalian yang di dahulukan. Demikian juga dengan operasi hitung yang lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan monopoli untuk membantu menanamkan konsep sendiri bagi siswa.
Belajar matematika tidak lagi menegangkan. Melalui monopoli siswa merasakan belajar sebagai bermain. Menggunkan lembaran-lembaran monopoli untuk berhitung dan berinteraksi dengan teman. Siswa menjadi senang dan antusais dalam berhitung dengan memanfaatkan benda yang sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari. Setelah merasakan sendiri siswa menjadi lebih mudah mengingat hasil belajar yang disampaikan.
Djuwariyem, S.Pd.SD
Guru SDN 2 Katong, Toroh, Grobogan