Ngopi Yuk, Dari Kopi Janji Jiwa Hingga Filosofi Kopi


Oleh Don Kardono

iklan

Guys
Coba rasakan fenomena kopi buat millennials saat ini. Di berbagai sudut kota di Indonesia, selalu ada tempat ngopi, warung kopi, kedai kopi, dari yang sederhana sampai yang serius. Menjamur, merebak subur di mana-mana, bak cendawa di musim hujan. Di Manado, saya sempat mampir di Kopi Jarod, kawasan kedai kopi yang paling “merakyat” dan asyik di Sulawesi Utara itu. Jarod, pakai huruf “d”, karena singkatan dari Jalan Roda, di sebuah pasar.

Pagi, siang, sore, malam, orang betah di sana, sekalipun udara 30 derajad Celcius, yang bikin keringat. Kopinya murah-murah, racikannya beda-beda, satu kios dengan yang lain berimpitan, tetapi mereka hidup bersama dalam rasa keguyuban. Mungkin aroma kopi bisa menetralisir persaingan, atau suara adukan gula merah di cangkirnya menurunkan rivalitas antar sesama pebisnis kopi.

Begitu duduk di sana, pesan kopi, maka kiri kanan yang sama-sama peminum dan penikmat kopi langsung connected. Langsung berteman, tidak basa-basi, saling ngobrol, tema apa saja, dari politik, social, budaya, bisnis, sampai urusan gossip. Inilah demokrasi di warung kopi. Maka sering ada istilah, debat warung kopi. Beda pendapat biasa, tidak saling membenci, lagi-lagi, apakah ini salah satu sensasi minum kopi, semua jadi bersahabat baik.

Di Jakarta apa lagi? Mungkin tidak terhitung, berapa banyak warung kopi di ibu kota. Bahkan di satu mall saja, berapa puluh gerai yang menyediakan minuman kopi. Dari yang serius, berkualitas nomor wahid, kopi luwak, sampai kopi yang sekedar ada aromanya kopi saja.

Di Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Bali, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang, Padang, Pekanbaru, semua sedang demam kopi. Senang mendengarnya. Industri hilir berbasis kopi menjadi top of mind anak-anak muda sekarang. Kopi memang punya sejarah panjang buat bangsa Indonesia. Berikut ini fakta-fakta soal kopi Indonesia:

Pertama, Indonesia itu penghasil kopi terbesar nomor 4 dunia, setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia. Kita masuk 10 besar dunia, dan diikuti oleh Ethiopia, Honduras, India, Uganda, Mexiko, Guatemala. Semua berada di daerah tropis yang panas, memiliki kontur tanah berbukit dan subur.

Kedua, kopi Indonesia itu memiliki ragam rasa dan aroma yang paling variatif. Punya Arabica yang di bawah 800 meter dari permukaan laut, punya Robusta yang di ketinggian di atas 1000 meter dpl. Masing-masing daerah beda rasa, beda aroma, beda karakter, meskipun sama-sama biji kopi. Maka, membuat kopi dengan aroma yang khas, tidak ada duanya di seluruh dunia, dengan mudah dilakukan di Indonesia.

Ketiga, sejarah dunia perkopian di tanah air menyebutkan, kopi pertama kali dibawa masuk ke Indonesia tahun 1696, oleh VOC, Belanda lalu menanam dan membiakkan dengan Sistem Tanam Paksa, Rodi. Tahun 1700-an, abad ke-18,kopi menjadi komoditas andalan VOC, Belanda menguasai dunia perkopian dan produksinya di Jawa.

Keempat, kopi terus berkembang di daerah, Sumatera kaya dengan kopi, dari Lampung sampai ke Gayo Aceh. Sulawesi juga, dari Sulut sampai ke Sulsel, Toraja. Jawa, apalagi, dari ujung Barat sampai Timur ada sejarah kopi. Papua, dengan Amugme dan banyak species yang asamnya kuat. Bali dan ke timur sampai ke Nusa Tenggara, juga kaya dengan kopi local yang penuh pesona.

Kelima, tahun 2000-an, kopi Indonesia melejit, masuk dalam urutan keempat negara penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, 660.000 ton per tahun 2016. Keanekaragaman cita rasa kopi Indonesia diakui dunia internasional.

Guys,
Kini, bisnis hilir kopi dengan café-café memperkokoh brand Wonderful Indonesia yang sejak lama punya sejarah panjang dengan kopi. Kota-kota penuh dengan cerita kopi, aneka rasa dan selalu menjadi perbincangan public, termasuk anak-anak millennials, yang mulai gemar kopi. Minum kopi itu seolah minuman asli dan tradisi Indonesia, karena sudah ratusan tahun mengenal kopi.

Anak-anak muda pun, dengan digital 4.0, membuat kedai kopi menjadi semakin hidup dan menjadi bagian tak terpisahkan di masyarakat. Mahasiswa sekarang, untuk menggantikan istilah “ngobrol”, atau “diskusi”, atau pertemuan dengan teman-temannya menjadi: “Ngopi Yuk!”

Di Pariwisata, kopi sudah menjadi bagian dari atraksi di destinasi. Atraksi itu ada 3 hal, culture, nature dan manmade. Ngopi adalah culture. Kekuatan budaya, bersumber dari tradisi lama, berratus-ratus tahun silam, dan menjadi kekuatan karena kebiasaan lama, teste lama. Wisatawan akan mencari dan menemukan sensasi di balik teste kopi.

Dulu, orang penasaran dengan rasa kopi luwak, yang mahal itu. Begitu mencicipi beberapa sendok, beberapa teguk, tidak semua orang suka. Apalagi anak-anak muda. Selain mahal, kopinya terlalu serius. Hanya penikmat kopi sejati, yang sudah addict, yang tak bisa hidup tanpa kopi, yang bisa menikmati kopi luwak.

Dee Dewi Lestari membuat buku fiksi Filosofi Kopi, yang mengubah cara pandang orang melihat kopi. Termasuk meminum kopi. Melalui buku Filosofi Kopi yang sudah difilmkan di layar lebar itu, Dee menghadirkan bagaimana perjuangan seorang yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan. Kopi itu bukan hanya soal rasa, pahit ujung lidah, manis di pangkal lidah, dan memberi efek melek.

Kopi itu soal cinta. Kopi itu soal gaya hidup. Kopi itu soal cerita, soal suasana, soal keasyikan, yang kadang tidak bisa dilukiskan dengan untaian kata. Dee sudah membuat orang terbelalak dengan kopi, dan menjadi lifestyle. Dulu, kita lebih familiar dengan teh. Sekarang, kopi serasa lebih berkelas.

Saya, Minggu 1 September 2019 minum es kopi susu di Kopi Janji Jiwa Kedungmundu, Semarang, Jawa Tengah. Penasaran, apa sih yang membuat anak-anak muda, dan millennials kok heboh banget, antre sampai hampir 1 jam, untuk memesan kopi di sana? Seenak apa sih? Sensasinya di mana? Kalau sekedar ingin minum kopi, kan bisa bikin sendiri di rumah?

Baru tahu, ternyata sensasinya ada di lifestyle. Gaya hidup anak muda zaman now, gaya hidup millennials. Ngopi, ngobrol, ngalor-ngidul. Suasana gayeng, bersama teman-teman, itulah yang sulit dicari.

Bagaimana dengan rasa? Kopi yang ditawarkan seperti di Kopi Janji Jiwa Kedungmundu itu? Menurutku: sangat enteng, kopinya lights, tidak teramat asam, juga tidak terlalu kental dengan teste kopi. Tetapi, itulah racikan kopi yang justru paling disuka oleh anak-anak muda. Tentu mereka tidak suka kopi pahit, kental, yang satu cangkir, kopinya separoh, airnya juga separo, seperti zaman bapak-bapak kita dulu.. hehehe..

Saya termasuk yang suka dengan Es Kopi Susunya. Rada aneh juga, karena kalau satu cup rasanya belum nendang. Dua cups, baru berasa, sudah minum kopi hari ini.

Apa lagi kekuatan Kopi Janji Jiwa itu? Ya, asyik di Online dan Media Sosial. Kata-kata “Kopi dari Hati” yang menjadi tagline, dan menjadi kalimat di tutup cups nya, membuat asyik, ekspresi romantisme anak muda sekarang. Apa artinya, kekuatan kopi itu ada tiga.

1. Rasa.
2. Suasana.
3. Kata-kata yang meresap di jiwa. (*)

iklan