JATENGFPOS.CO.ID, – Matematika menjadi salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Mata pelajaran inidianggap pelajaran yang sulit bagi siswa SMK. Kecenderungan siswa SMK untuk bekerja setelah lulus juga mempengaruhi antusiasme dalam belajar matematika. Materi yang ada di dalam mata pelajaran matematika dianggap tidak terlalu berpengaruh bagi dunia kerja. Siswa SMK lebih fokus kepada mata pelajaran kejuruan karena akan berhubungan langsung dengan dunia kerja. Hal ini mejadi tantangan bagi guru matematika di SMK.
Sebagian besar siswa mengatakan bahwa matematika itu terlalu banyak rumus, dan sulit menghafalkan rumus-rumus tersebut. Siswa berpikir keras untuk menghafal rumus tanpa memahami bagaimana cara rumus tersebut didapatkan. Penyebabnya bukan hanya berasal dari siswa, namun juga penyampaian guru yang terkadang kurang maksimal. Masih ada guru yang menuntut siswanya untuk menghafal rumus, bukan memahami rumus. Selain itu, masih ada juga guru yang hanya menggunakan satu buku teks atau Lembar Kerja Siswa (LKS) yang biasanya dibuat oleh penerbit tertentu. Padahal di jaman milenial ini sumber informasi begitu luas dan tak terbatas. Guru harus memiliki wawasan yang lebih luas dari siswanya. Guru dapat mengembangkan bahan ajarnya sendiri dengan mencari sumber dari berbagai informasi. Guru dapat mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. Seorang guru profesional tentu sudah menguasai empat kompetensi guru, sehingga dapat memanfaatkan kemampuannya untuk meciptakan pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan sesuai dengan karakter siswanya.
Saat ini telah banyak dikembangkan metode dan pendekatan-pendekatan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang cocok bagi siswa SMK adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memiliki keunggulan yakni mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dilakukan dengan cara mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari. Metode ini dianggap baik diterapkan di SMK. Sebagai contohnya adalah ketika mengajar topik Barisan dan Deret. Dari beberapa buku maupun LKS yang ada ketika memberikan contoh tentang barisan geometri, yang digunakan adalah bakteri. Bagi guru ini merupakan contoh yang paling mudah. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua siswa SMK paham apa itu bakteri, seperti apa bentuknya, bagaimana bakteri berkembang biak, dan lain-lain. Masalah ini sederhana namun bisa berdampak besar bagi siswa. Bakteri dan sejenisnya dibahas pada mata pelajaran biologi yang tidak ada di SMK.
Pemberian contoh pada saat pembelajaran perlu disesuaikan dengan kondisi siswa. Siswa juga dapat diajak untuk menggali informasi dari berbagai sumber. Guru matematika SMK mungkin perlu mencari contoh lain yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya kertas yang dilipat menjadi dua, setelah itu dilipat lagi menjadi dua, dan seterusnya kemudian siswa diajak menghitung banyaknya lipatan kertas setelah beberapa kali dilipat. Setiap siswa mengenal kertas dan tahu wujud dari kertas. Bahkan siswa juga dapat melakukan langsung tahapan pelipatan kertas dan menghitung banyak lipatan. Pembelajaran seperti ini mudah bagi guru dan mudah dipahami oleh siswa. Guru juga dapat berkolaborasi dengan siswa untuk mencari masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari kemudian mengaitkan dengan matematika.
Melali pembelajaran kontekstual, siswa dapat lebih mudah memahami matematika. Rumus-sumus yang selama ini dikatakan sulit akan menjadi lebih mudah karena dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Buku bukanlah satu-satunya sumber belajar, dan guru juga bukan seseorang yang sempurna. Guru juga perlu untuk terus belajar dan siswa harus ikut terlibat dalam pembelajaran.
Ahmad Halimy Nugroho, S.Pd
Guru SMK N 1 Kendal