Pembiasaan Mengurangi Stigma “Wong Jawa Ilang Jawane”

Wahyu Setyo Wibowo, S. Pd. Guru di SDN Purborejo, Kec. Bansari Kab. Temanggung
Wahyu Setyo Wibowo, S. Pd. Guru di SDN Purborejo, Kec. Bansari Kab. Temanggung

Kondisi bahasa Jawa di sekolah sangat memprihatinkan, Bahkan para gurunya enggan mengajarkan mulok Bahasa Jawa, takut salah dan sulit mengajarkannya kata mereka. Sehingga hampir semua jam belajar untuk mata pelajaran Bahasa Jawa di anak tirikan, dalam artian kalau mata pelajaran lain sudah selesai di sampaikan baru mata pelajaran Bahasa Jawa diberikan.

Memang dari strata bahasa, Bahasa Jawa agak lebih kompleks dibandingkan dengan bahasa lainnya, yang dalam hal ini dalam bahasa jawa terbagi menjadi 3 tingkat tutur yakni ngoko, madya, dan karma (https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa). Dari tiga tingkatan inilah mulai ada kesulitan pemberlakuan sebuah makna kata, suatu makna kata jika diucapka pada strata ngoko akan berbeda fonem kata pada strata madya dan karma. Contoh pada ucapan siswa yang mau meminta pulang tadi, kata ‘kondur’ artinya pulang yang diucapkan pada trata karma, sedangkan pada strata ngoko kata yang digunakan adalah ‘bali’, sedangkan pada strata madya ‘wangsul’. Pada kehidupan sehari-hari umumnya penggunaan kalimat ‘ngoko’ adalah untuk komunikasi antar dua pihak yang setara, sedang untuk kalimat ‘madya’ digunakan untuk berkomunikasi seseorang yang lebih rendah derajatnya kepada orang yang lebih tinggi derajatnya, begitupun untuk ‘basa krama’ digunakan untuk komunikasi pihak-pihak yang tinggi derajatnya.

Baca juga:  Bingung Membaca Predikat Nilai Rapor

Dalam hal pembelajaran muatan lokal bahasa jawa, hendaknya seorang guru yang akan menyampaikan mata pelajaran bahasa jawa, mengenali dan menggunakan bahasa jawa ini dengan benar terlebih dahulu supaya dalam penyampaikan pembelajaran kepada siswa baik dan benar. Catatan dalam hal ini, di Kabupaten Temanggung masih sedikit guru kelas SD yang mempunyai kompetensi Bahasa Jawa. Maka perlu diadakan semacam KKG (kelompok Kerja Guru) yang didalamnya juga mendalami mata pelajaran bahasa jawa dengan baik dan benar, seperti hal di SMP atau SMA ada MGMP Guru Bahasa Jawa. Dalam kegiatan KKG inipun juga perlu mendatangkan ahli kasusastran jawa yang bisa membimbing agar para guru ini juga mempunyai kompetensi bahasa jawa yang cukup baik untuk bisa memberikan pelajaran bahasa jawa. Atau perlu dibuat acuan model pembelajaran bahasa jawa sehingga guru dalam memberikan pelajaran bahasa jawa pembakuan.

Baca juga:  Merintis Budaya Literasi di Sekolah

Selain itu perlu juga adanya kegiatan pembiasaan diantara warga sekolah untuk bisa menggunakan bahasa jawa ini sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, serta terus ditingkatkan kualitas penggunaan bahasa jawa tersebut dalam pergaulan diwilayah sekolah. Hal ini penulis rintis di lingkungan kelas IV SDN Purborejo, yaitu dengan membuat jadwal pembiasaan ber”Bahasa Jawa” setiap hari jumat pertama dan jumat ketiga setiap bulannya. Hasilnya dalam dua bulan sudah mulai penulis rasakan adanya perubahan berbahasa jawa oleh siswa kelas IV SDN Purborejo, mereka sudah bisa menggunakan bahasa jawa sesuai dengan kasusastran dan strata yang mendekati benar walaupun masih ada kekeliruan tapi tidak begitu sering.

iklan

Dengan demikian kita bisa berharap bahwa melalui matapelajaran bahasa jawa yang diajarkan bisa membuat pembiasaan bagi warga sekolah agar bisa menggunakan bahasa jawa dengan baik dan benar khususnya di SDN Purborejo, sehingga bisa mengurangi stigma negative yang selama ini ada dikalangan dunia pendidikan masyarakat jawa khususnya Jawa Tengah yakni “Wong Jawa Ilang Jawane”.

Baca juga:  Keyword Method Tingkatkan Pembelajaran Kosakata Bahasa Indonesia Siswa SD

Wahyu Setyo Wibowo, S. Pd.

Guru di SDN Purborejo, Kec. Bansari Kab. Temanggung

iklan