PURWOREJO – Beberapa tahun terakhir sering kita saksikan pemberitaan tentang adanya tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh peserta didik, baik pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, bahkan oleh para mahasiswa. Tindakan berupa pelanggaran terhadap norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan bahkan norma hukum. Tindakan yang berupa bullying, tawuran antar pelajar, pemalakan, tindakan asusila, bahkan tindakan yang menjurus pada kriminalitas. Hal tersebut terjadi salah satu faktor penyebabnya adalah karena lemahnya karakter pelaku. Sungguh miris jika hal tersebut terus berlangsung tanpa adanya upaya pencegahan dan penanganan yang tepat.
Sekolah yang menurut Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu dari ‘Tri Pusat Pendidikan’ berkewajiban untuk dapat mencegah, membimbing dan menangani terhadap lemahnya karakter peserta didik. Melalui pendidikan peserta didik dibimbing untuk dapat memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmaninya.
Prof. Suyanto, PhD mengemukakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama. Dari definisi di atas telah jelas bahwa penekanan karakter itu terletak pada ‘cara berpikir dan berperilaku’. Untuk dapat membentuk cara berpikir dan berperilaku baik, wahana yang paling afektif adalah sekolah. Karena sebagian besar waktu peserta didik dihabiskan di sekolah. Sekolah merupakan dunia kecil bagi peserta didik untuk belajar sekaligus mempraktekkan tentang nilai-nilai karakter yang baik. Di sinilah perlu adanya pendidikan karakter bagi peserta didik.
Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa. Pendidikan karakter adalah upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, mapun lingkungan media massa.
Salah satu tipologi pendekatan yang dapat digunakan dalam pendidikan karakter di sekolah oleh guru adalah pendekatan penanaman nilai (inculcation approach). Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri peserta didik. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik dan berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Menurut pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Salah satu upaya merangsang peserta didik untuk dapat menginternalisasi karakter yang baik adalah dengan mengambil contoh teladan. Teladan yang berkaitan dengan karakter yang baik dapat diambil dari pribadi tokoh. Melalui biografi atau catatan kehidupan seorang tokoh, peserta didik dapat mengambil pelajaran tentang karakter dari tokoh yang ia idolakan.
Peserta didik diminta untuk mencari catatan tentang biografi seorang tokoh yang ia idolakan. Secara personal peserta didik diminta untuk mengungkapkan mengapa ia mengidolakan tokoh itu. Peserta didik harus menguraikan secara detail hal-hal apa saja yang ia kagumi dari idolanya.
Guru dapat memberikan respon terhadap ungkapan kekaguman peserta didik. Selanjutnya guru memberikan penguatan nilai/moral atas catatan hal-hal yang baik dari peserta didik terhadap idolanya. Guru harus mampu menyakinkan peserta didik bahwa ia dapat juga berperilaku seperti idolanya. Guru harus membuat peserta didik yakin bahwa ia akan juga berperilaku seperti idolanya. Dengan demikian, peserta didik secara penuh kesadaran akan menginternalisasi nilai/moral yang ia teladani dari tokohnya. Berdasarkan kesadarannya peserta didik akan menjadikan keyakinan itu menjadi suatu kebiasaan yang baik (habit).
Jika tahap-tahap pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) dapat berjalan dengan baik, maka besar kemungkinan peserta didik di sekolah akan menjadi sosok-sosok manusia Indonesia yang berkarakter baik di masa depan. Oleh karenanya, sebagai pendidik sudah seharusnya kita melaksanakan pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) di kelas.
OLEH : Anas Padri Astanta, S.Pd
Guru PPKn SMA Negeri 3 Purworejo